“...Mungkin, Aku
Terlalu Berharap Banyak...”
Rasanya semua terjadi
begitu cepat, kita berkenalan lalu tiba-tiba merasakan perasaan yang aneh.
Setiap hari rasanya berbeda dan tak lagi sama. Kamu hadir membawa banyak
perubahan dalam hari-hariku. Hitam dan putih menjadi lebih berwarna ketika
sosokmu hadir mengisi ruang-ruang kosong di hatiku. Tak ada percakapan yang
biasa, seakan-akan semua terasa begitu ajaib dan luar biasa. Entahlah, perasaan
ini bertumbuh melebihi batas yang kutahu.
Aku menjadi takut kehilangan
kamu. Siksaan datang bertubi-tubi ketika tubuhmu tidak berada di sampingku.
Kamu seperti mengendalikan otak dan hatiku, ada sebab yang tak kumengerti
sedikitpun. Aku sulit jauh darimu, aku membutuhkanmu seperti aku butuh udara.
Napasku akan tercekat jika sosokmu hilang dari pandangan mata. Salahkah jika
kamu selalu kunomorsatukan?
Tapi.. entah mengapa
sikapmu tidak seperti sikapku. Perhatianmu tak sedalam perhatianku. Tatapan
matamu tak setajam tatapan mataku lagi. Adakah kesalahan diantara aku dan kamu?
Apakah kamu tak merasakan yang juga aku rasakan?
Kamu mungkin belum
terlalu paham dengan perasaanku, karena kamu memang tak pernah sibuk
memikirkanku. Berdosakah jika aku seringkali menjatuhkan air mata untukmu? Aku
selalu kehilangan kamu, dan kamu juga selalu pergi tanpa meminta izin. Meminta
izin? Memangnya aku siapa? Tolol! Hadir dalam mimpimu pun aku sudah bersyukur,
apalagi bisa jadi milikmu seutuhnya. Mungkinkah? Bisakah?
Janjimu terlalu
banyak, hingga aku lupa menghitung mana saja yang belum kamu tepati. Begitu
sering kamu menyakiti, tapi kumaafkan lagi berkali-kali. Lihatlah aku yang
hanya bisa terdiam membisu. Pandanglah aku yang menyayangimu dengan tulus namun
kau hempaskan dengan begitu bulus. Seberapa tidak pentingkah aku? Apakah aku
hanyalah persimpangan jalan yang selalu kau abaikan – juga kau tinggalkan?
Apakah aku tak
berharga dimatamu? Apakah aku hanyalah boneka yang selalu ikut aturanmu? Di
mana letak hatimu?! Aku tak bisa bicara banyak, juga tak ingin mengutarakan
semua yang terlanjur terjadi. Aku tak berhak berbicara tentang cinta, jika kau terus
tulikan telinga. Aku tak mungkin bisa berkata rindu, jika berkali-kali kau
ciptakan jarak yang semakin jauh. Aku tak bisa apa-apa selain memandangimu dan
membawa namamu dalam percakapan panjangku dengan Allah.
Ingatkah perkataanmu
selalu menghancur leburkan mimpi-mimpiku? Apakah aku tak pantas bahagia
bersamamu? Terlalu banyak pertanyaan. Aku muak sendiri. Aku mencintaimu yang
belum tentu mencintaiku. Aku mengagumimu yang belum tentu paham dengan rasa
kagumku.
Aku bukan siapa-siapa
dimatamu, dan tak akan pernah menjadi siapa-siapa. Sebenarnya, aku juga ingin
tahu, di manakah kau letakkan hatiku yang selama ini kuberikan padamu. Tapi,
kamu pasti enggan menjawab dan tak mau tahu soal rasa penasaranku. Siapakah seseorang
yang akan beruntung karena memiliki hatimu?
Mungkin... semua
memang salahku. Yang menganggap semuanya berubah sesuai keinginanku. Yang
bermimpi bisa menjadikanmu lebih dari teman. Salahkah jika perasaanku bertumbuh
melebihi batas kewajaran? Aku menyayangimu tidak hanya sebagai teman, tapi juga
sebagai seseorang yang begitu bernilai dalam hidupku.
Namun, semua jauh dari
harapku selama ini. Mungkin, memang aku yang berharap terlalu banyak. Akulah
yang tak menyadari posisiku dan tak menyadari letakmu yang sungguh jauh dari
genggaman tangan. Akulah yang bodoh. Akulah yang bersalah!
Tenanglah, tak perlu
memperhatikanku lagi. Aku terbiasa tersakiti kok, terutama jika sebabnya kamu.
Tidak perlu basa-basi, aku bisa sendiri. Dan, kamu pasti tak sadar, aku
berbohong jika aku bisa begitu mudah melupakanmu.
Menjauhlah. Aku ingin
dekat-dekat dengan kesepian saja, di sana lukaku terobati, di sana tak kutemui
orang sepertimu, yang berganti-ganti topeng dengan mudahnya, yang berkata
sayang dengan gampangnya.
Untuk Mr. Emon ku – JR
Dari seseorang yang
kehabisan cara membuktikan rasa sayangnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar