Rabu, 11 Desember 2013

Otonomi Daerah dan Implementasinya



TUGAS BERSTRUKTUR                                     DOSEN PENGASUH
Pendidikan Kewarganegaraan                                          Hj. Hayatun Naimah, SH, M.Hum



“Otonomi Daerah dan Implementasinya”



Oleh
Kelompok IV
  Nor Sri Rahmi              1101160223
  Norlaila Hayati             1101160228
     Nurlina                          1101160233
                                  M. Syahbandi Akbar   1101160293
                                  Reza Paizal                   1101160298




INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI ANTASARI
FAKULTAS SYARIAH
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
BANJARMASIN
2012


BAB I
PENDAHULUAN
A.             Latar Belakang
Indonesia adalah Negara yang merdeka dan berdaulat sehingga berhak mengatur wilayah dan warga negaranya sendiri tanpa campur tangan bangsa lain. Pengaturan wilayah dan warga Negara Indonesia dilakukan oleh pemerintah Republik Indonesia berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Pelaksanaan undang-undang 1945 pada era Orde Lama dan Orde Baru cenderung mengarah pada sistem sentralisasi (terpusat), sehingga kurang memperhatikan pembangunan di daerah-daerah. Untuk itu sistem pemerintahan terpusat di ubah menjadi sistem otonomi daerah.
Kebijakan otonomi daerah lahir ditengah gejolak tuntutan berbagai daerah terhadap berbagai kewenangan yang selama 20 tahun pemerintahan Orde Baru menjalankan mesin sentralistiknya. Ada dua faktor yang berperan kuat dalam mendorong lahirnya kebijakan otonomi daerah berupa UU No. 22/1999, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
B.              Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
1.      Apa pengertian, prinsip dan tujuan Otonomi Daerah?
2.      Faktor apa saja yang mempengaruhi dan menghambat pelaksanaan Otonomi Daerah?
3.      Apa dampak positif Otonomi Daerah?
BAB II
    PEMBAHASAN
A.    Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi daerah merupakan sebuah awal dalam hal peningkatan kualitas kehidupan masyarakat sekaligus ditujukan untuk penigkatan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi dengan adanya otonomi daerah tidak berarti tugas daerah bertambah ringan. Justru dalam pelaksanaan otonomi daerah itu dituntut adanya aparatur daerah yang bersih dari korupsi (KKN) dan lebih kreatif serta mampu menangani atau mencari inovasi-inovasi baru dalam mengatasi permasalahan daerahnya.
Pengertian otonomi daerah dapat dilihat pada undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 1 Ayat (5), bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Secara etimologi kata otonomi berasal dari bahasa yunani, autos yang berarti sendiri dan nomos yang berarti aturan. Dari pengertian tersebut otonomi berarti mengatur atau memerintah sendiri.[1]
Beberapa pendapat ahli yang dikutip Abdulrahman (1997) mengemukakan bahwa:
1.      F. Sugeng Istianto, mengartikan otonomi daerah sebagai hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.
2.      Ateng Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggung jawabkan.
3.      Syarif Saleh, berpendapat bahwa otonomi daerah adalah hak mengatur dan memerintah daerah sendiri. Hak mana diperoleh dari pemerintah pusat.


            Dalam UU No. 31 Tahun  2004 dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara kesatuan Republik Indonesia.
Dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah pada prinsipnya mempunyai tiga aspek, yaitu :
1.      Aspek Hak dan Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
2.      Aspek kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari pemerintahan di atasnya, serta tetap berada dalam satu kerangka pemerintahan nasional.
3.      Aspek kemandirian dalam pengelolaan keuangan baik dari biaya sebagai perlimpahan kewenangan dan pelaksanaan kewajiban, juga terutama kemampuan menggali sumber pembiayaan sendiri.
Bila dikaji lebih jauh isi dan jiwa undang-undang Nomor 23 Tahun 2004, maka otonomi daerah mempunyai arti bahwa daerah harus mampu :
1.      Berinisiatif sendiri yaitu harus mampu menyusun dan melaksanakan kebijaksanaan sendiri.
2.      Membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta peraturan pelaksanaannya.
3.      Menggali sumber-sumber keuangan sendiri.
4.      Memiliki alat pelaksana baik personil maupun sarana dan prasarananya.

B.     Prinsip dan Tujuan Otonomi Daerah
Daerah otonomi adalah wilayah administrasi pemerintahan dan kependudukan yang dikenal dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Menurut undang-undang no.32 tahun 2004, prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah adalah sebagai berikut.
1.      Penyelenggaran otonomi daerah dilaksanakan dengan memerhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.
2.      Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab.
3.      Pelaksanaan otonimi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dn kota, sedangkan otonimi daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas.
4.      Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi Negara, sehingga tetap menjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah, serta antar daerah
5.      Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonomi oleh karena itu dalam daerah kabupaten dan daerah kota tidak ada wilayah administrasi.
6.      Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislative daerah, baik sebagai legislasi, pengawas, maupun anggaran  atas penyelenggaran pemerintah pusat.[2]
Otonomi daerah dalam UU No. 22 tahun 1999 adalah otonomi luas yaitu adanya kewenangan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup semua bidang pemerintahan kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan-kewenangan bidang lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Disamping itu, keleluasaan maupun kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi.[3]
Prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah dalam UU No. 22 tahun 1999 adalah sebagai berikut :
a.       Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah yang terbatas.
b.      Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
c.       Pelaksanaan otonomi daerha yang luas dan utuh diletakkan pada daerah Kabupaten dan daerah kota, sedang otonomi daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas.
d.      Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan kontibusi Negara sehingga tetap terjalin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.[4]
Adapun tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Sejalan dengan pendapat di atas, The Liang Gie dalam Abdurrahman (1987) mengemukakan bahwa tujuan pemberian otonomi daerah adalah :
a.       Mengemukakan kesadaran bernegara atau berpemerintah yang mendalam kepada rakyat diseluruh tanah air Indonesia.
b.      Melancarkan penyerahan dana dan daya masyarakat di daerah terutama dalam bidang perekonomian.[5]
C.    Faktor yang Mempengaruhi dan Menghambat Pelaksanaan Otonomi Daerah
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah adalah sebagai berikut :
1.      Sumber Daya manusia, memiliki peranan yang sangat menentukan keberhasilan suatu program atau kegiatan.
2.      Sumber daya alam, sangat mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah karena dapat menjadi pendukung atau penghambat pelaksanaan.
3.      Ketersediaan dana, merupakan faktor yang sangat mementukan kelanjutan dan keberhasilan suatu program atau kegiatan dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
4.      Sarana dan prasarana yang tersedia, tanpa sarana dan prasarana yang baik perkembangan daerah juga akan lamban.
5.      Manajemen atau pengelolaan, merupakan pengaturan dan pengelolaan suatu organisasi atau badan termasuk Negara.
6.      Pengawasan dan pembinaan, merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan suatu program atau kegiatan.[6]
Penghambat pelaksanaan otonomi daerah antara lain sebagai berikut:
1.      Tidak semua daerah otonom di Indonesia memiliki sumber daya manusia yang tinggi, sehingga masih memerlukan bantuan dari pusat atau daerah lain.
2.      Tidak semua daerah otonom di Indonesia memiliki sumber daya alam yang memadai, sehingga sulit untuk menggali dana dari potensi alam.
3.      Masih adanya daya tarik menarik antar pemerintah pusat dan daerah tentang kewenangan masalah tertentu.
4.      Adanya kebiasaan sentralisasi atau terpusat, sehingga kreativitas daerah sulit berkembang.
5.      Sebagian besar daerah otonom masih membiasakan diri tergantung kepada pusat terutama masalah dana atau keuangan, sehingga sulit untuk mandiri.
6.      Timbulnya kesulitan dalam mengatur sumber daya alam yang dimiliki beberapa daerah yang berbatasan.[7] 
D.    Dampak Positif Otonomi Daerah
Dampak posotif otonomi daerah adalah memunculkan kesempatan identitas lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperolah lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata. Kebijakan-kebijakan pemerintah daerah juga akan lebih tepat sasaran dan tidak membutuhkan waktu yang lama sehingga akan lebih efisien. Dampak negative dari otonomi daerah munculnya kesempatan oknum di tingkat daerah untuk melakukan berbagai pelanggaran, munculnya pertentangan antara pemerintah daerah dengan pusat, serta timbulnya kesenjangan antara daerah yang pendapatannya tinggi dengan daerah yang masih berkembang.[8]



















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pengertian otonomi daerah dapat dilihat pada undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 1 Ayat (5), bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah adalah sumber daya manusia dan alam, ketersediaan dana, sarana dan prasarana yang tersedia, manajemen/penelolaan, pengawasan dan pembinaan. Dampak posotif otonomi daerah adalah memunculkan kesempatan identitas lokal yang ada di masyarakat. Dampak negative dari otonomi daerah munculnya kesempatan oknum di tingkat daerah untuk melakukan berbagai pelanggaran.
B.     Saran
Dari beberapa penjelasan di atas tentang penulisan Otonomi Daerah dan Implementasinya  pasti tidak terlepas dari kesalahan penulisan dan rangkaian kalimat dan penyusunan. penulis Makalah ini menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan seperti yang diharapkan oleh para pembaca dan khususnya pembimbing. Oleh karena itu, kami mengharap kepada para pembaca (mahasiswa) dan dosen pembimbing mata kuliah ini dapat memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Daftar Pustaka
Azra, Azyumardi, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia Masyarakat Madani,
       ICCE UIN, Jakarta. 2003.
Gunadi, Iwan, Kewarganegaraan, PT Pabelan, Jakarta. 2004.
Hidayat, Komaruddin, Pendidikan Kewarganegaraan, Kencana, Jakarta. 2008.












Pertanyaan:
Arief Normansyah :
·         Otonomi daerah, apakah masyarakat boleh protes?
·         Kenapa pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dan kota sedangkan otonomi daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas, kenapa seperti itu? (hal. 4 no 3).
Aidi Royansyah:
·         Sejak kapan adanya otonomi daerah dan seperti apa sejarahnya, jelaskan!
Adi :
·         Apakah ada Negara lain yang tidak melakukan otonomi daerah!
Junainah :
·         Apakah ada dari pemerintah pusat yang mengawasi jalannya otonomi daerah.
Siti Zaleha :
·         Apa maksud dari pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab, jelaskan! (Hal 6 point b).



[1] Iwan Gunadi, Kewarganegaran, (Jakarta: PT PABELAN, 2005), hal 2.
[2] Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Pendidikan Kewarganagaraan, (Jakarta: Kencana, 2008), cet 3, hal 143-144.
[3] Ibid., Dr. Komaruddin Hidayat, Pendidikan Kewarganegaraan, hal 146-147.
[4] Prof. Dr. Azyumardi Azra, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN Jakarta, 2003) hal167-168.
[5]Ibid.,Prof. Dr. Azyumardi Azra, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia Masyarakat Madani hal 153.
[6] Op.cit.,Iwan Gunadi, Kewarganegaran, hal 19-20.
[7]Ibid., Iwan Gunadi, Kewarganegaran, hal 20-21.
[8]Ibid.,Iwan Gunadi, Kewarganegaran, hal 21.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar