TUGAS BERSTRUKTUR DOSEN
PENGASUH
Pendidikan
Kewarganegaraan Hj. Hayatun Naimah, SH, M.Hum
“Otonomi
Daerah dan Implementasinya”
Oleh
Kelompok
IV
Nor Sri Rahmi 1101160223
Norlaila Hayati 1101160228
Nurlina 1101160233
M. Syahbandi
Akbar 1101160293
Reza Paizal 1101160298
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI ANTASARI
FAKULTAS SYARIAH
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
BANJARMASIN
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Indonesia adalah Negara yang merdeka dan berdaulat sehingga berhak
mengatur wilayah dan warga negaranya sendiri tanpa campur tangan bangsa lain.
Pengaturan wilayah dan warga Negara Indonesia dilakukan oleh pemerintah Republik
Indonesia berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Pelaksanaan undang-undang 1945
pada era Orde Lama dan Orde Baru cenderung mengarah pada sistem sentralisasi
(terpusat), sehingga kurang memperhatikan pembangunan di daerah-daerah. Untuk
itu sistem pemerintahan terpusat di ubah menjadi sistem otonomi daerah.
Kebijakan otonomi daerah lahir ditengah gejolak
tuntutan berbagai daerah terhadap berbagai kewenangan yang selama 20 tahun
pemerintahan Orde Baru menjalankan mesin sentralistiknya. Ada dua faktor yang
berperan kuat dalam mendorong lahirnya kebijakan otonomi daerah berupa UU No.
22/1999, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
B.
Rumusan Masalah
Masalah yang
akan dibahas adalah sebagai berikut :
1.
Apa pengertian, prinsip dan tujuan Otonomi
Daerah?
2.
Faktor apa saja yang mempengaruhi dan
menghambat pelaksanaan Otonomi Daerah?
3.
Apa dampak positif Otonomi Daerah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Otonomi Daerah
Otonomi daerah merupakan sebuah awal dalam hal peningkatan kualitas
kehidupan masyarakat sekaligus ditujukan untuk penigkatan kemakmuran dan
kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi dengan adanya otonomi daerah tidak
berarti tugas daerah bertambah ringan. Justru dalam pelaksanaan otonomi daerah
itu dituntut adanya aparatur daerah yang bersih dari korupsi (KKN) dan lebih
kreatif serta mampu menangani atau mencari inovasi-inovasi baru dalam mengatasi
permasalahan daerahnya.
Pengertian
otonomi daerah dapat dilihat pada undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah Pasal 1 Ayat (5), bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang,
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Secara
etimologi kata otonomi berasal dari bahasa yunani, autos yang berarti sendiri
dan nomos yang berarti aturan. Dari pengertian tersebut otonomi berarti
mengatur atau memerintah sendiri.[1]
Beberapa
pendapat ahli yang dikutip Abdulrahman (1997) mengemukakan bahwa:
1.
F. Sugeng Istianto, mengartikan otonomi daerah
sebagai hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah.
2.
Ateng Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi
mempunyai makna kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan
yang terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus
dipertanggung jawabkan.
3.
Syarif Saleh, berpendapat bahwa otonomi daerah
adalah hak mengatur dan memerintah daerah sendiri. Hak mana diperoleh dari
pemerintah pusat.
Dalam UU No. 31 Tahun 2004 dinyatakan bahwa otonomi daerah adalah
kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara
kesatuan Republik Indonesia.
Dapat
disimpulkan bahwa otonomi daerah pada prinsipnya mempunyai tiga aspek, yaitu :
1.
Aspek
Hak dan Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
2.
Aspek
kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari pemerintahan di
atasnya, serta tetap berada dalam satu kerangka pemerintahan nasional.
3.
Aspek
kemandirian dalam pengelolaan keuangan baik dari biaya sebagai perlimpahan
kewenangan dan pelaksanaan kewajiban, juga terutama kemampuan menggali sumber
pembiayaan sendiri.
Bila
dikaji lebih jauh isi dan jiwa undang-undang Nomor 23 Tahun 2004, maka otonomi
daerah mempunyai arti bahwa daerah harus mampu :
1.
Berinisiatif
sendiri yaitu harus mampu menyusun dan melaksanakan kebijaksanaan sendiri.
2.
Membuat
peraturan sendiri (PERDA) beserta peraturan pelaksanaannya.
3.
Menggali
sumber-sumber keuangan sendiri.
4.
Memiliki
alat pelaksana baik personil maupun sarana dan prasarananya.
B.
Prinsip dan Tujuan Otonomi Daerah
Daerah otonomi adalah wilayah administrasi pemerintahan dan
kependudukan yang dikenal dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Menurut undang-undang no.32 tahun 2004, prinsip-prinsip
pemberian otonomi daerah adalah sebagai berikut.
1.
Penyelenggaran
otonomi daerah dilaksanakan dengan memerhatikan aspek demokrasi, keadilan,
pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.
2.
Pelaksanaan
otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab.
3.
Pelaksanaan
otonimi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten dn kota,
sedangkan otonimi daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas.
4.
Pelaksanaan
otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi Negara, sehingga tetap menjamin
hubungan yang serasi antara pusat dan daerah, serta antar daerah
5.
Pelaksanaan
otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonomi oleh karena
itu dalam daerah kabupaten dan daerah kota tidak ada wilayah administrasi.
6.
Pelaksanaan
otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislative
daerah, baik sebagai legislasi, pengawas, maupun anggaran atas penyelenggaran pemerintah pusat.[2]
Otonomi daerah dalam UU No. 22 tahun 1999 adalah otonomi luas yaitu
adanya kewenangan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup
semua bidang pemerintahan kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri,
pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta
kewenangan-kewenangan bidang lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah. Disamping itu, keleluasaan maupun kewenangan yang utuh dan bulat
dalam penyelenggaraannya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
pengendalian dan evaluasi.[3]
Prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah dalam UU No. 22 tahun 1999
adalah sebagai berikut :
a.
Penyelenggaraan
otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan,
pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah yang terbatas.
b.
Pelaksanaan
otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
c.
Pelaksanaan
otonomi daerha yang luas dan utuh diletakkan pada daerah Kabupaten dan daerah
kota, sedang otonomi daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas.
d.
Pelaksanaan
otonomi daerah harus sesuai dengan kontibusi Negara sehingga tetap terjalin
hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah.[4]
Adapun tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk
meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintah dan
pembangunan guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Sejalan dengan pendapat di atas, The Liang Gie dalam Abdurrahman
(1987) mengemukakan bahwa tujuan pemberian otonomi daerah adalah :
a.
Mengemukakan
kesadaran bernegara atau berpemerintah yang mendalam kepada rakyat diseluruh
tanah air Indonesia.
b.
Melancarkan
penyerahan dana dan daya masyarakat di daerah terutama dalam bidang
perekonomian.[5]
C.
Faktor yang Mempengaruhi dan Menghambat Pelaksanaan Otonomi Daerah
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah adalah
sebagai berikut :
1.
Sumber
Daya manusia, memiliki peranan yang sangat menentukan keberhasilan suatu
program atau kegiatan.
2.
Sumber
daya alam, sangat mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah karena dapat menjadi
pendukung atau penghambat pelaksanaan.
3.
Ketersediaan
dana, merupakan faktor yang sangat mementukan kelanjutan dan keberhasilan suatu
program atau kegiatan dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
4.
Sarana
dan prasarana yang tersedia, tanpa sarana dan prasarana yang baik perkembangan
daerah juga akan lamban.
5.
Manajemen
atau pengelolaan, merupakan pengaturan dan pengelolaan suatu organisasi atau
badan termasuk Negara.
6.
Pengawasan
dan pembinaan, merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan suatu
program atau kegiatan.[6]
Penghambat pelaksanaan otonomi daerah antara lain sebagai berikut:
1.
Tidak
semua daerah otonom di Indonesia memiliki sumber daya manusia yang tinggi,
sehingga masih memerlukan bantuan dari pusat atau daerah lain.
2.
Tidak
semua daerah otonom di Indonesia memiliki sumber daya alam yang memadai,
sehingga sulit untuk menggali dana dari potensi alam.
3.
Masih
adanya daya tarik menarik antar pemerintah pusat dan daerah tentang kewenangan
masalah tertentu.
4.
Adanya
kebiasaan sentralisasi atau terpusat, sehingga kreativitas daerah sulit
berkembang.
5.
Sebagian
besar daerah otonom masih membiasakan diri tergantung kepada pusat terutama
masalah dana atau keuangan, sehingga sulit untuk mandiri.
6.
Timbulnya
kesulitan dalam mengatur sumber daya alam yang dimiliki beberapa daerah yang
berbatasan.[7]
D.
Dampak Positif Otonomi Daerah
Dampak posotif otonomi daerah adalah memunculkan kesempatan
identitas lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali
pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam
menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperolah
lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah
pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah
serta membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata. Kebijakan-kebijakan
pemerintah daerah juga akan lebih tepat sasaran dan tidak membutuhkan waktu
yang lama sehingga akan lebih efisien. Dampak negative dari otonomi daerah
munculnya kesempatan oknum di tingkat daerah untuk melakukan berbagai
pelanggaran, munculnya pertentangan antara pemerintah daerah dengan pusat,
serta timbulnya kesenjangan antara daerah yang pendapatannya tinggi dengan
daerah yang masih berkembang.[8]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengertian
otonomi daerah dapat dilihat pada undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah Pasal 1 Ayat (5), bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang,
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Tujuan
pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil
guna penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan guna meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah adalah
sumber daya manusia dan alam, ketersediaan dana, sarana dan prasarana yang
tersedia, manajemen/penelolaan, pengawasan dan pembinaan. Dampak posotif
otonomi daerah adalah memunculkan kesempatan identitas lokal yang ada di
masyarakat. Dampak negative dari otonomi daerah munculnya kesempatan oknum di
tingkat daerah untuk melakukan berbagai pelanggaran.
B.
Saran
Dari beberapa penjelasan di atas tentang penulisan Otonomi Daerah
dan Implementasinya pasti tidak terlepas
dari kesalahan penulisan dan rangkaian kalimat dan penyusunan. penulis Makalah
ini menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan seperti yang
diharapkan oleh para pembaca dan khususnya pembimbing. Oleh karena itu, kami
mengharap kepada para pembaca (mahasiswa) dan dosen pembimbing mata kuliah ini
dapat memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Daftar Pustaka
Azra,
Azyumardi, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia Masyarakat Madani,
ICCE UIN, Jakarta. 2003.
Gunadi,
Iwan, Kewarganegaraan, PT Pabelan, Jakarta. 2004.
Hidayat,
Komaruddin, Pendidikan Kewarganegaraan, Kencana, Jakarta. 2008.
Pertanyaan:
Arief Normansyah :
·
Otonomi
daerah, apakah masyarakat boleh protes?
·
Kenapa
pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah kabupaten
dan kota sedangkan otonomi daerah provinsi merupakan otonomi yang terbatas,
kenapa seperti itu? (hal. 4 no 3).
Aidi
Royansyah:
·
Sejak
kapan adanya otonomi daerah dan seperti apa sejarahnya, jelaskan!
Adi
:
·
Apakah
ada Negara lain yang tidak melakukan otonomi daerah!
Junainah
:
·
Apakah
ada dari pemerintah pusat yang mengawasi jalannya otonomi daerah.
Siti
Zaleha :
·
Apa
maksud dari pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan
bertanggung jawab, jelaskan! (Hal 6 point b).
[1]
Iwan Gunadi, Kewarganegaran, (Jakarta: PT PABELAN, 2005), hal 2.
[2]
Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Pendidikan Kewarganagaraan, (Jakarta:
Kencana, 2008), cet 3, hal 143-144.
[3]
Ibid., Dr. Komaruddin Hidayat, Pendidikan Kewarganegaraan, hal 146-147.
[4]
Prof. Dr. Azyumardi Azra, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia Masyarakat Madani,
(Jakarta: ICCE UIN Jakarta, 2003) hal167-168.
[5]Ibid.,Prof.
Dr. Azyumardi Azra, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia Masyarakat Madani
hal 153.
[6] Op.cit.,Iwan
Gunadi, Kewarganegaran, hal 19-20.
[7]Ibid.,
Iwan Gunadi, Kewarganegaran, hal 20-21.
[8]Ibid.,Iwan
Gunadi, Kewarganegaran, hal 21.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar