Jual-Beli Ikan di Air
لا تشتروا السمك فى ا لما ء فا نه غر و ر (ر و اه ا حمد)
Artinya:
“Janganlah kamu membeli ikan di
dalam air karena jual-beli seperti itu termasuk gharar (menipu).”
Dalam hukum jual-beli harus terlebih
dahulu diketahui barangnya dan jelas barangnya, dengan tujuan agar tidak
terjadi gharar yaitu ketidak pastian/spekulasi dan agar tidak ada yang
terzalimi dalam jual-beli. Ma’dum yang merupakan jual-beli yang barangnya tidak
ada atau belum ada juga dilarang dalam hukum Islam, sebagaimana hadis diatas
yang diriwayatkan Ahmad yaitu larangan menjual atau jual-beli ikan dalam air
atau yang masih ada dalam air seperti dalam sungai atau di dalam laut. Ikan
yang masih ada dalam air tersebut tidak jelas barangnya karena tidak diketahui
seberapa banyak ikan yang ada di dalam air tersebut, apakah harga jualnya
sebanding dengan ikan yang ada di dalam air atau malah merugikan salah satu
pihak antara penjual dan pembeli. Misalnya dalam sebuah kasus Pak Hasan seorang
pedagang ikan di pasar Suka Damai telah membeli ikan kepada Pak Nor, yang ikan tersebut masih ada dalam sungai
dekat rumah Pak Nor. Kemudian Pak Hasan baru mengetahui setelah ia membayar dan
akan menangkap ikan-ikan tersebut bahwa ikan yang ada dalam sungai tersebut tak
sebanding dengan harga yang ia bayar. Mengetahui hal tersebut Pak Hasan merasa dirugikan
telah membeli ikan yang masih ada dalam
air tersebut. Pak Hasan pun tidak terima dengan hal tersebut, ia meminta
uangnya di kembalikan. Tapi, Pak Nor tidak mau karena baginya semua sudah
menjadi resiko bagi Pak Hasan.
Dalam kasus di atas nampak jelas
bahwa akan menimbulkan masalah antara kedua belah pihak yaitu antara penjual
dan pembeli. Dalam kasus terdapat beberapa larangan dalam jual-beli, yaitu:
1.
Barang
yang diperjual-belikan tidak tampak, karena ikan sebagai barang yang
diperjual-belikan masih ada dalam air, bukan hasil tangkapan dari Pak Nor.
2.
Barang yang diperjual-belikan bukan hak milik pribadi,
tapi untuk kemaslahatan bersama. Karena sungai tersebut bukan milik pribadi Pak
Nor. Dalam jual-beli juga ada larangan dalam jual-beli air, seperti air sungai
atau air laut.
Kesimpulan:
Berdasarkan hadis dan kasus di atas
maka dapat di tarik kesimpulan bahwa dalam jual-beli, seorang pembeli tidak
boleh memberikan uang lebih dahulu, kecuali sudah ada kejelasan dari barang
yang diperjual-belikan, agar tidak ada yang merasa terzalimi, karena di
rugikan. Hal ini juga dapat menghindari terjadinya permusuhan dikemudian hari.
CONTOH JUAL BELI YANG
DILARANG
Contoh
jual beli yang dilarang dan batal hukumnya :
عن ابن عمر ر ض قا ل نهي
رسو ل الله ص م عن عسب الفحل
(ر و ا ه ا لبخا ر ى)
“Dari Ibn Umar r.a berkata ; Rasulullah
SAW telah melarang menjual mani binatang” (Riwayat
Bukhari).
Kesimpulan dan penjelasan dari hadits diatas:
Dari hadits di atas
sudah jelas bahwa jual beli sperma (mani) binatang/hewan dilarang oleh
Rasulullah SAW. Karena itu bukanlah perkawinan murni dari bintang tersebut, dan
itu bias menyakiti binatang yang spermanya di ambil melalui suntikan dan
semacamnya.
Jual beli seperti ini
jelas bisa merusak nasab (turunan) dari hewan tersebut. Sperma adalah barang
atau benda yang masih tidak jelas tolak ukur keberhasilan turunannya jika
dikawinkan dengan sperma hewan lawannya. Hal-hal yang tidak pasti dalam Islam,
atau tidak ada kejelasan(samar) jelas dilarang.
Adapun contoh hadits jual beli yang dilarang oleh
agama, namun tetap sah hukumnya jika ada pengecualiannya. Yakni :
قلر
سو ل الله ص م لا ىبىع حا ضىر للبا د (ر و ه البخا و مسلم )
”berkata
Rasulullah SAW. Tidak boleh menjualkan orang hadir (orang dikota) barang orang
dusun (desa/baru datang). (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Kesimpulan dan penjelasan hadits diatas :
Maksud dari hadits
diatas ialah orang-orang kota dilarang menemui atau mencegat orang-orang didesa
sebelum mereka(orang dusun/desa) masuk kepasar untuk membeli benda-bendanya
dengan harga yang semurah-murahnya, sebelum mereka tau harga pasaran, kemudian
ia jual dengan harga yang setinggi-tingginya.
Perbuatan seperti ini
sering terjadi dipasar-pasar yang berlokasi didaerah perbatasan antara kota dan
kampung. Tapi dalam pengecualian jika orang kampung (desa) sudah mengetahui
harga pasaran, jual beli semacam ini tidak apa-apa.
LARANGAN MENJUAL BUAH-BUAHAN SEBELUM
NYATA BAIKNYA
Hadits :
نهي
النبي صلي الله عليه وسلم عن بيع النحل حتي يا كل اويؤ كل و حتي يو زن. قيل له :
وما يو زن؟ قا ل رجل عند ه: حتي يحرز.
Ibn Abbas r.a berkata: Nabi saw,
melarang menjual buah kurma yang di pohon sehingga dapat dimakan atau
ditimbang. Ketika ditanya: Apakah ditimbang? Jawabnya oleh orang yang ada hadir
di situ: sehingga diketam, diturunkan dan disimpan. (Bukhari, Muslim).[1]
Rasulullah saw tidak membolehkan
kita menjual buah kurma tanpa bersama batangnya sebelum buah itu nyata baiknya.
Sesudah nyata baiknya, maka kita
boleh menjualnya, walaupun si pembeli tidak terus mengambilnya, dan walaupun
tidak disyaratkan supaya buah kurma itu segera dipetik dari batangnya.
Tidak dibenarkan kita menjual
buah-buahan sebelum nyata baiknya sebelum nyata matangnya, karena masih belum
dapat dijamin bahwa buah itu terpelihara dari bencana, agar tidak merugikan
salah satu pihak. Jangan sampai memakan harta orang dengan cara yang tidak
wajar. Dan Nabi melarang si pembeli melakukan hal itu untuk menghindarkannya
dari kerugian.
Para ulama menetapkan bahwa apabila
jual beli itu dilakukan dengan syarat supaya si pembeli terus memetiknya, maka
jual beli itu sah. Tetapi jika jual beli itu dengan syarat buah itu tetap di
batangnya sampai nyata baiknya, maka jual beli itu batal. Juga tidak sah,
walaupun tidak disyaratkan apa-apa.
Dalam pada itu Nabi membolehkan kita
berjual beli secara ‘araya yaitu menjual buah kurma yang hampir masak sesudah
ditakar jumlahnya oleh ahli takar, dan diketahui kadarnya dengan buah kurma
yang telah masak.
Para ulama sepakat menetapkan bahwa
menjual buah kurma yang hampir masak dengan dengan kurma yang telah masak, pada
yang selain dari ‘araya, tidak boleh dan dianggap riba. Juga mereka tidak
membolehkan kita menjual anggur yang belum masak, dengan anggur yang sudah
kering, sebagaimana tidak boleh (haram) kita menjual gandum yang masih dalam
tandannya, dengan gandum yang sudah dibersihkan.
Para ulama juga sepakat menetapkan
bahwa tidak boleh dilakukan penjualan secara salam (membeli barang yang belum
ada dengan harga kontan) terhadap sesuatu batang kurma yang dikhususkan dari
sesuatu kebun, sebelum nyata dapat dipergunakan buahnya.[2]
Kesimpulan :
Kita tidak dibolehkan menjual
buah-buahan yang masih di batang sebelum buah-buahan itu nyata dapat
dimanfaatkan. Kalau sudah nyata dapat dimanfaatkan, sah lah diperjualbelikan.
[1]
Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi, “al-lu’lu’ wal marjan” terjemahan H. Salim Bahreisy,
(Surabaya, pt.bina ilmu, 1996), hal. 554.
[2]
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, “Mutiara Hadits 5 – Nikah & hukum
keluarga, Perbudakan, jual beli, nazar & sumpah, pidana & peradilan,
jihad”, (semarang, PT.Pustaka Rizki Putra, 2003), hal.204-205.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar