Kamis, 12 Desember 2013

Hadits Larangan dalam Jual Beli



Jual-Beli Ikan di Air

لا تشتروا السمك فى ا لما ء فا نه غر و ر    (ر و اه ا حمد)                             
Artinya:
“Janganlah kamu membeli ikan di dalam air karena jual-beli seperti itu termasuk gharar (menipu).”

Dalam hukum jual-beli harus terlebih dahulu diketahui barangnya dan jelas barangnya, dengan tujuan agar tidak terjadi gharar yaitu ketidak pastian/spekulasi dan agar tidak ada yang terzalimi dalam jual-beli. Ma’dum yang merupakan jual-beli yang barangnya tidak ada atau belum ada juga dilarang dalam hukum Islam, sebagaimana hadis diatas yang diriwayatkan Ahmad yaitu larangan menjual atau jual-beli ikan dalam air atau yang masih ada dalam air seperti dalam sungai atau di dalam laut. Ikan yang masih ada dalam air tersebut tidak jelas barangnya karena tidak diketahui seberapa banyak ikan yang ada di dalam air tersebut, apakah harga jualnya sebanding dengan ikan yang ada di dalam air atau malah merugikan salah satu pihak antara penjual dan pembeli. Misalnya dalam sebuah kasus Pak Hasan seorang pedagang ikan di pasar Suka Damai telah membeli ikan kepada Pak Nor,  yang ikan tersebut masih ada dalam sungai dekat rumah Pak Nor. Kemudian Pak Hasan baru mengetahui setelah ia membayar dan akan menangkap ikan-ikan tersebut bahwa ikan yang ada dalam sungai tersebut tak sebanding dengan harga yang ia bayar. Mengetahui hal tersebut Pak Hasan merasa dirugikan  telah membeli ikan yang masih ada dalam air tersebut. Pak Hasan pun tidak terima dengan hal tersebut, ia meminta uangnya di kembalikan. Tapi, Pak Nor tidak mau karena baginya semua sudah menjadi resiko bagi Pak Hasan.
Dalam kasus di atas nampak jelas bahwa akan menimbulkan masalah antara kedua belah pihak yaitu antara penjual dan pembeli. Dalam kasus terdapat beberapa larangan dalam jual-beli, yaitu:
1.      Barang yang diperjual-belikan tidak tampak, karena ikan sebagai barang yang diperjual-belikan masih ada dalam air, bukan hasil tangkapan dari Pak Nor.
2.       Barang yang diperjual-belikan bukan hak milik pribadi, tapi untuk kemaslahatan bersama. Karena sungai tersebut bukan milik pribadi Pak Nor. Dalam jual-beli juga ada larangan dalam jual-beli air, seperti air sungai atau air laut.
Kesimpulan:
Berdasarkan hadis dan kasus di atas maka dapat di tarik kesimpulan bahwa dalam jual-beli, seorang pembeli tidak boleh memberikan uang lebih dahulu, kecuali sudah ada kejelasan dari barang yang diperjual-belikan, agar tidak ada yang merasa terzalimi, karena di rugikan. Hal ini juga dapat menghindari terjadinya permusuhan dikemudian hari.










CONTOH JUAL BELI YANG DILARANG
Contoh jual beli yang dilarang dan batal hukumnya :
عن ابن عمر ر ض قا ل نهي رسو ل الله ص م عن عسب الفحل

(ر و ا ه ا لبخا ر ى)

“Dari Ibn Umar r.a berkata ; Rasulullah SAW telah melarang menjual mani binatang” (Riwayat Bukhari).

Kesimpulan dan penjelasan dari hadits diatas:
Dari hadits di atas sudah jelas bahwa jual beli sperma (mani) binatang/hewan dilarang oleh Rasulullah SAW. Karena itu bukanlah perkawinan murni dari bintang tersebut, dan itu bias menyakiti binatang yang spermanya di ambil melalui suntikan dan semacamnya.
Jual beli seperti ini jelas bisa merusak nasab (turunan) dari hewan tersebut. Sperma adalah barang atau benda yang masih tidak jelas tolak ukur keberhasilan turunannya jika dikawinkan dengan sperma hewan lawannya. Hal-hal yang tidak pasti dalam Islam, atau tidak ada kejelasan(samar) jelas dilarang.

Adapun contoh hadits jual beli yang dilarang oleh agama, namun tetap sah hukumnya jika ada pengecualiannya. Yakni :
قلر سو ل الله ص م لا ىبىع حا ضىر للبا د (ر و ه البخا و مسلم )

”berkata Rasulullah SAW. Tidak boleh menjualkan orang hadir (orang dikota) barang orang dusun (desa/baru datang). (Riwayat Bukhari dan Muslim).

Kesimpulan dan penjelasan hadits diatas :
Maksud dari hadits diatas ialah orang-orang kota dilarang menemui atau mencegat orang-orang didesa sebelum mereka(orang dusun/desa) masuk kepasar untuk membeli benda-bendanya dengan harga yang semurah-murahnya, sebelum mereka tau harga pasaran, kemudian ia jual dengan harga yang setinggi-tingginya.
Perbuatan seperti ini sering terjadi dipasar-pasar yang berlokasi didaerah perbatasan antara kota dan kampung. Tapi dalam pengecualian jika orang kampung (desa) sudah mengetahui harga pasaran, jual beli semacam ini tidak apa-apa.

LARANGAN MENJUAL BUAH-BUAHAN SEBELUM NYATA BAIKNYA
Hadits :
نهي النبي صلي الله عليه وسلم عن بيع النحل حتي يا كل اويؤ كل و حتي يو زن. قيل له : وما يو زن؟ قا ل رجل عند ه: حتي يحرز.
Ibn Abbas r.a berkata: Nabi saw, melarang menjual buah kurma yang di pohon sehingga dapat dimakan atau ditimbang. Ketika ditanya: Apakah ditimbang? Jawabnya oleh orang yang ada hadir di situ: sehingga diketam, diturunkan dan disimpan. (Bukhari, Muslim).[1]
Rasulullah saw tidak membolehkan kita menjual buah kurma tanpa bersama batangnya sebelum buah itu nyata baiknya.
Sesudah nyata baiknya, maka kita boleh menjualnya, walaupun si pembeli tidak terus mengambilnya, dan walaupun tidak disyaratkan supaya buah kurma itu segera dipetik dari batangnya.
Tidak dibenarkan kita menjual buah-buahan sebelum nyata baiknya sebelum nyata matangnya, karena masih belum dapat dijamin bahwa buah itu terpelihara dari bencana, agar tidak merugikan salah satu pihak. Jangan sampai memakan harta orang dengan cara yang tidak wajar. Dan Nabi melarang si pembeli melakukan hal itu untuk menghindarkannya dari kerugian.
Para ulama menetapkan bahwa apabila jual beli itu dilakukan dengan syarat supaya si pembeli terus memetiknya, maka jual beli itu sah. Tetapi jika jual beli itu dengan syarat buah itu tetap di batangnya sampai nyata baiknya, maka jual beli itu batal. Juga tidak sah, walaupun tidak disyaratkan apa-apa.
Dalam pada itu Nabi membolehkan kita berjual beli secara ‘araya yaitu menjual buah kurma yang hampir masak sesudah ditakar jumlahnya oleh ahli takar, dan diketahui kadarnya dengan buah kurma yang telah masak.
Para ulama sepakat menetapkan bahwa menjual buah kurma yang hampir masak dengan dengan kurma yang telah masak, pada yang selain dari ‘araya, tidak boleh dan dianggap riba. Juga mereka tidak membolehkan kita menjual anggur yang belum masak, dengan anggur yang sudah kering, sebagaimana tidak boleh (haram) kita menjual gandum yang masih dalam tandannya, dengan gandum yang sudah dibersihkan.
Para ulama juga sepakat menetapkan bahwa tidak boleh dilakukan penjualan secara salam (membeli barang yang belum ada dengan harga kontan) terhadap sesuatu batang kurma yang dikhususkan dari sesuatu kebun, sebelum nyata dapat dipergunakan buahnya.[2]
Kesimpulan :
Kita tidak dibolehkan menjual buah-buahan yang masih di batang sebelum buah-buahan itu nyata dapat dimanfaatkan. Kalau sudah nyata dapat dimanfaatkan, sah lah diperjualbelikan.






[1] Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi, “al-lu’lu’ wal marjan” terjemahan H. Salim Bahreisy, (Surabaya, pt.bina ilmu, 1996), hal. 554.
[2] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, “Mutiara Hadits 5 – Nikah & hukum keluarga, Perbudakan, jual beli, nazar & sumpah, pidana & peradilan, jihad”, (semarang, PT.Pustaka Rizki Putra, 2003), hal.204-205.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar