Kamis, 12 Desember 2013

Penitipan Barang



TUGAS BERSTRUKTUR                                                          DOSEN PENGASUH
        Hukum Perikatan                                                                        Dra. Na’imah., MH



“Penitipan Barang”




Oleh
Kelompok 5
                                      Nor Hikmah                 1101160227
                                      Norlaila Hayati            1101160228
                                      Rahmi                           1101160238
                                      Maulika Ervina            1101160217



INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
BANJARMASIN
2013

KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم

            Segala Puji Bagi Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, shalawat dan salam kita haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad Saw beserta keluarga dan para sahabat beliau, serta pengikut beliau hingga akhir zaman.
            Alhamdulillah, atas karunia dan rahmat yang diberikan kepada penulis, sehingga makalah ini dapat disusun dan diselesaikan berdasarkan waktu yang telah diberikan. Makalah ini berjudul “Penitipan Barang”.
            Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Naimah  selaku dosen pengasuh mata kuliah Hukum Perikatan yang telah memberikan pengetahuan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
            Penulis  menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis berharap pembaca bisa memberikan kritik dan saran-saran yang membangun dan memotivasi penulis untuk lebih baik lagi dalam membuat makalah.
            Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca maupun yang menulis. Amin yarabbal a’lamiin.

                                                                                                Banjarmasin, 3 Juni 2013

                                                                                                             Penulis




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Penitipan barang terjadi apabila seseorang menerima suatu barang dari orang lain dengan syarat ia akan menyimpan dan mengembalikannya dalam wujud asalnya (1694 KUHPerdata).
B.     Rumusan Masalah
Masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini adalah tetang:
1.      Apa itu penitipan barang dalam ranah hukum perikatan?
2.      Apa jenis-jenis atau macam-macam penitipan barang yang dimaksud dalam hukum perikatan?

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah “hukum perikatan” yang diberikan oleh dosen pengasuh dan untuk mengetahui berbagai pengetahuan tentang “penitipan barang” yang akan dibahas dalam makalah ini.

















BAB II
PEMBAHASAN
1.1  Penitipan Barang
Penitipan barang terjadi apabila orang menerima suatu barang dari orang lain, dengan syarat/janji bahwa ia akan menyimpannya dan kemudian mengembalikannya dalam wujud asalnya. Demikianlah definisi yang oleh pasal 1694 B.W. diberikan tentang perjanjian penitipan itu.
Menurut kata-kata pasal tersebut, penitipan adalah suatu perjanjian “riil” yang berarti bahwa ia baru terjadi dengan dilakukannya suatu perbuatan yang nyata, yaitu diserahkannya barang yang dititipkan. Jadi tidak seperti perjanjian-perjanjian lain pada umumnya yang lajimnya adalah konsensual, yaitu sudah dilahirkan pada saat tercapainya sepakat tentang hal-hal yang pokok dari perjanjian itu.
1.2  Jenis-jenis atau macam-macam perikatan
Menurut undang-undang ada dua macam penitipan barang, yaitu penitipan yang sejati dan sekestrasi.
1.2.1        Penitipan Barang yang Sejati
Penitipan barang yang sejati dianggap dibuat dengan cuma-Cuma, jika tidak diperjanjikan sebaliknya, sedangkan ia hanya dapat mengenai barang-barang yang bergerak (pasal 1696).
Perjanjian tersebut tidaklah telah terlaksana selainnya dengan penyerahan barangnya secara sungguh-sungguh atau secara dipersangkakan (pasal 1697). Ketentuan ini menggambarkan lagi sifatnya riil dari perjanjian penitipan, yang berlainan dari difat perjanjian-perjanjian lain pada umumnya yang adalah konsensual.
Penitipan barang terjadi dengan sukarela atau karena terpaksa (pasal 1698)
a.      Penitipa Sukarela
Penitipan barang dengan sukarela terjadi karena sepakat bertimbal balik antara pihak yang menitipkan barang dan pihak yang menerima titipan (pasal 1699). Penitipan barang dengan sukarela hanyalah dapat terjadi antara orang-orang yang mempunyai kecakapan untuk membuat perjanjian-perjanjian. Jika namun itu seorang yang cakap untuk membuat perjanjian, menerima penitipan suatu barang seorang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, maka tunduklah ia kepada semua kewajiban yang dipikul oleh seorang penerima titipan yang sungguh-sungguh (pasal 1701).
Yang dimaksudkan oleh ketentuan tersebut adalah bahwa meskipun penitipan sebagai suatu perjanjian secara sah hanya dapat diadakan antara orang-orang yang cakap menurut hukum, namun apabila seorang yang cakap menerima suatu penitipan barang dari seorang yang tidak cakap maka si penerima titipan harus melakukan semua kewajiban yang berlaku dalam suatu perjanjian penitipan yang sah.
Dalam pasal 1702 mengatakan: jika penitipan dilakukan oleh seorang yang berhak kepada seorang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian, maka pihak yang menitipkan hanyalah mempunyai hak terhadap pihak yang menerima titipan untuk menuntut pengembalian barang yang dititipkan, selama barang ini masih ada pada pihak yang terakhir itu atau jika barangnya sudah tidak lagi pada si penerima titipan, maka dapatlah ia menuntut pemberian ganti rugi sekadar sipenerima titipan itu telah memperoleh manfaat dari barang tersebut. Yang dimaksudkan adalah, bahwa jika seorang yang cakap menurut hukum menitipkan barang kepada seorang yang tidak cakap, maka ia memikul risiko kalau barang itu dihilngkan. Hanyalah. Kalau sipenerima titipan itu ternyata telah memperoleh manfaat dari barang yang telah dihilangkan, maka orang yang menitipkan dapat menuntut pemberian ganti rugi. Si penerima titipan dapat dikatakan telah memperoleh manfaat dari barang yang telah dihilangkan itu umpamanya kalau ia telah menjualnya dan uang pendapatan penjualan telah dipakainya. Jadi kalau barangnya hilang dicuri orang karena si penerima titipan tidak menyimpannya dengan baik, tidak ada tuntutan ganti rugi. Dengan sendirinya tuntutan pemberian ganti rugi ini harus dilakukan terhadap orangtua atau wali dari si penerima titipan.

b.      Penitipan Terpaksa
Yang dinamakan penitipan karena terpaksa adalah (menurut pasal 1703) penitipan yang terpaksa dilakukan oleh seorang karena timbulnya sesuatu malapetaka, misalnya: kebakaran, runtuhnya gedung, perampokan, karamnya kapal, banjir dan lain-lain peristiwa yang tak tersangka.
Penitipan barang karena terpaksa ini diatur menurut ketentuan seperti yang berlaku terhadap penitipan sukarela (pasal 1705). Maksudnya adalah bahwa suatu penitipan yang dilakukan secara terpaksa itu mendapat perlindungan dari undang-undang yang tidak kuran dari suatu penitipan yang terjadi secara sukarela.
Di dalam pasal 1706 mewajibkan si penerima titipan, mengenai perawatan barang yang dipercayakan kepadanya, memeliharanya dengan minat yang sama seperti ia memelihara barang miliknya sendiri.
Ketentuan tersebut menurut pasal 1707 harus dilakukan lebih keras dalam beberapa hal, yaitu:
1.      Jika si penerima titipan telah menawarkan dirinya untuk menyimpan barangnya;
2.      Jika ia telah meminta diperjanjikannya sesuatu untuk penyimpanan itu;
3.      Jika penitipan telah terjadi sedikit banyak untuk kepentingan si penerima titipan; dan
4.      Jika telah diperjanjikan bahwa si penerima titipan akan menanggung segala macam kelalaian.
Tidak sekali-kali si penerima titipan bertanggung jawab tentang peristiwa-peristiwa yang tak dapat disingkiri, kecuali apabila ia lalai dalam pengembalian barang yang dititipkan. Bahkan dalam hal yang terakhir ini ia tidak bertanggung jawab jika barangnya juga akan musnah seandainya telah berada ditangannya orang yang menitipkan (pasal 1708). Peristiwa yang tak dapat disingkiri itu adalah yang lajimnya dalam bahasa hukum dinamakan “keadaan memaksa” (bahasa Belanda: “overmacht” atau “force majeur”) yaitu suatu kejadian yang tak disengaja dan tak dapat diduga. Resiko kemusnahan barang karena suatu keadaan memaksa itu memang pada asasnya harus dipikul oleh pemilik barang. Namun apabila si penerima titipan itu telah lalai mengembalikan barangnya sebagaimana ditetapkan dalam perjanjian, maka (juga menurut asas umum hukum perjanjian) ia mengoper tanggung jawab tentang kemusnahan barangnya jika terjadi sesuatu. Tanggung jawab ini hanya dapat dilepaskan jika ia dapat membuktikan bahwa barangnya juga akan musnah seandainya sudah diserahkan kepada orang yang menitipkan, misalnya barang itu mengandung suatu cacat yang pasti juga akan menyebabkan kemusnahannya biarpun ia berada ditangannya orang yang menitipkan.
Rumah Penginapan dan Losmen
Pasal 1709 meletakkan tanggung jawab kepada pengurus rumah penginapan dan penguasa losmen terhadap barang-barang para tamu yaitu memperlakukan pengurus rumah penginapan dan penguasa losmen tersebut sebagai orang yang menerima titipan barang. Penitipan barang oleh para tamu itu dianggap sebagai suatu penitipan karena terpaksa. Selanjutnya pasal 1710 menetapkan bahwa mereka itu bertanggung jawab tentang pencurian atau kerusakan pada barang-barang kepunyaan para penginap, baik pencurian itu dilakukan atau kerusakan itu diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau lain-lain pekerja dari rumah penginapan, maupun oleh setiap orang lain. Namun (demikian pasal 1711 seterusnya) mereka tidak bertanggung jawab tentang pencurian yang dilakukan oleh orang-orang yang telah dimasukkan sendiri oleh si penginap.
Dalam praktek para pengurus rumah penginapan dan penguasa losmen itu membatasi tanggung jawab mereka dengan menempelkan pengumuman bahwa mereka tidak bertanggung jawab tentang hilangnya barang-barang yang berharga (uang, perhiasan) yang tidak secara khusus dititipkan pada mereka. Melepaskan tanggung jawab seluruhnya terhadap semua barang tentunya tidak dibolehkan.
Si penerima titipan barang tidak diperbolehkan memakai barang yang dititipkan untuk keperluan sendiri tanpa ijinnya orang yang menitipkan barang, yang dinyatakan dengan tegas atau dipersangkakan, atas ancaman penggantian biaya, kerugian dan bunga jika ada alasan untuk itu (pasal 1712). Selanjutnya ia tidak diperbolehkan menyelidiki tentang wujudnya barang yang dititipkan jika barang itu dipercayakan kepadanya dalam suatu kotak tertutup atau dalam suatu sampul tersegel (pasal 1713).
Si penerima titipan diwajibkan mengembalikan barang yang sama yang telah diterimanya. Dengan demikian maka jumlah-jumlah uang harus dikembalikan dalam mata uang yang sama seperti yang dititipkan, tak peduli apakah mata uang itu telah naik atau telah turun nilainya (pasal 1714).
Si penerima titipan hanya diwajibkan mengembalikan barang yang dititipkan dalam keadaannya pada saat pengembalian itu. Kemunduran-kemunduran yang dialami barangnya diluar kesalahan si penerima titipan, adalah atas tanggungan pihak yang menitipkan (pasal 1715).
Jika barangnya dengan paksaan dirampas dari tangannya si penerima titipan dan orang ini telah menerima harganya atau sesuatu barang lain sebagai gantinya, maka ia harus menyerahkan apa yang diterimanya sebagai ganti itu kepada orang yang menitipkan barang (pasal 1716).
Seorang ahli waris dari si penerima titipan, yang, karena ia tidak tahu bahwa suatu barang adalah barang titipan, denga itikad baik telah menjual barang tersebut, hanyalah diwajibkan mengembalikan harga pembelian yang diterimanya, atau jika ia belum menerima harga itu, menyerahkan hak tuntutannya terhadap si pembeli barang (pasal 1717). Jika ia menjualnya barang itu dengan itikad buruk, maka dengan sendirinya, selainnya ia harus mengembalikan uang pendapatan penjualan itu, ia juga dapat dituntut membayar ganti rugi.
Jika barang yang dititipkan itu telah memberikan hasil-hasil yang dipungut atau diterima oleh si penerima titipan, maka ia diwajibkan mengembalikannya (pasal 1718 ayat 1).
Dalam hal yang dititipkan itu uang, si penerima titipan tidak diharuskan membayar bunga, selainnya sejak hari ia lalai mengembalikannya, setelah diperingatkan (pasal 1718 ayat 2). Ketentuan tersebut adalah wajar, karena menurut hakekat perjanjian penitipan si penerima tidak boleh memakai uang yang dititipkan itu, bahkan ia harus mengembalikannya dalam mata uang yang sama seperti yang diterimanya (lihat pasal 1714). Tetapi kalau ia lalai mengembalikan uang titipan itu setelah ia diperingatkan, orang yang menitipkan akan menderita kerugian karena ia sudah mulai memerlukan uang itu, sehingga pembebanan pembayaran bunga itu pantas pula. Dan bunga yang dibebankan ini tentunya adalah yang dinamakan “bunga moratoir” sebesar enam persen setahun, terhitung mulai pengembalian uang titipan itu dituntutnya dimuka pengadilan.
Deposito dengan Bunga
Apa yang dikenal sebagai “deposito” dengan bunga (meskipun “deposito” artinya penitipan), bukan penitipan yang kita bicarakan disini, karena pihak yang menerima deposito (uang) dibolehkan (dan malahan itulah yang dimaksudkan) untuk memakai uang yang dititipkan dan menyanggupi untuk membayar bunga atas penitipan itu. Pada hakekatnya perjanjian deposito uang itu adalah suatu perjanjian pinjam uang dengan bunga.
Si penerima titipan tidak diperbolehkan mengembalikan barangnya titipan selainnya kepada orang yang menitipkannya kepadanya atau kepada orang yang atas namanya penitipan itu telah dilakukan atau yang ditunjuk untuk menerima kembali barangnya (pasal 1719).
Si penerima titipan tidak boleh menuntut dari orang yang menitipkan barang, suatu bukti bahwa orang itu pemilik barang tersebut.
Jika namun itu ia mengetahui bahwa barang itu adalah barang curian, dan siapa pemiliknya sebenarnya, maka haruslah ia memberi tahu kepada orang ini bahwa barangnya dititipkan kepadanya, disertai peringatan supaya meminta kembali barang itu didalam suatu waktu tertentu yang patut. Jika orang kepada siapa pemberitahuan itu telah dilakukan, melalaikan untuk meminta kembali barangnya, maka si penerima titipan dibebaskan secara sah jika ia menyerahkan barang itu kepada orang dari siapa ia telah menerimanya (pasal 1720).
Apabila orang yang menitipkan barang meninggal, maka barangnya hanya dapat dikembalikan kepada ahli warisnya.
Jika ada lebih dari seorang ahli waris, maka barangnya harus dikembalikan kepada mereka kesemuanya atau kepada masing-masing untuk bagiannya.
Jika barang yang dititipkan tidak dapat dibagi-bagi, maka para ahli waris harus mengadakan mupakat tentang siapa yang diwajibkan mengopernya (pasal 1721).
Jika orang yang menitipkan barang berubah kedudukannya misalnya seorang perempuan yang pada waktu menitipkan barang tidak bersuami, kemuadian kawin; seorang dewasa yang menitipkan barang ditaruh dibawah pengampuan; dalam hal ini dan dalam hal-hal semacam itu, barang yang dititipkan tidak boleh dikembalikan selainnya kepada orang yang melakukan pengurusan atas hak-hak dan harta-benda orang yang menitipkan barang, kecuali apabila orang yang menerima titipan mempunyai alasan-alasan yang sah untuk tidak mengetahui perubahan kedudukan tersebut (pasal 1722). Tentang seorang perempuan tak bersuami yang kemudian kawin, sekarang tidak merupakan halangan lagi bagi si penerima titipan; untuk tetap mengembalikan barangnya titipan kepada perempuan itu, tanpa ijin tertulis atau bantuan dari suaminya, sejak adanya yurisprudensi yang menyatakan pasal 108 B.W. sudah tidak berlaku lagi.
Jika penitipan barang telah dilakukan oleh seorang wali, seorang pengampu, seorang suami atau seorang penguasa dan pengurusan mereka itu telah berakhir, maka barangnya hanya dapat dikembalikan kepada orang yang diwakili oleh wali, pengampu, suami atau penguasa tersebut (pasal 1723).
Pengembalian barang yang dititipkan harus dilakukan ditempat yang ditunjuk dalam perjanjian. Jika perjanjian tidak menunjuk tempat itu, barangnya harus dikembalikan ditempat terjadinya penitipan. Adapun biaya yang harus dikeluarkan untuk itu harus ditanggung oleh orang yang menitipkan barang (pasal 1724).
Barang yang dititipkan harus dikembalikan kepada orang yang menitipkan, seketika apabila dimintanya, sekalipun dalam perjanjiannya telah ditetapkan suatu waktu lain untuk pengembaliannya, kecuali apabila telah dilakukan suatu penyitaan atas barang-barang yang berada ditangannya si penerima titipan (pasal 1725). Dari ketentuan ini dapat kita simpulkan bahwa apabila dalam perjanjian penitipan ditetapkan lamanya waktu penitipan, maka penetapan waktu ini hanya mengikat si penerima titipan tetapi tidak mengikat pihak yang menitipkan. Setiap waktu barang titipan itu dapat diminta kembali. Satu-satunya hal yang dapat menghalangi pengembalian barang adalah penyitaan yang telah diletakkan oleh pihak ketiga atas barang tersebut. Ini dapat terjadi misalnya apabila telah timbul suatu sengketa mengenai barang yang bersangkutan. Dalam hal yang demikian maka jalan yang harus ditempuh oleh orang yang menitipkan barang adalah mengajukan perlawanan (verzet) terhadap penyitaan tersebut kepada Pengadilan Negeri.
Si penerima titipan yang mempunyai alasan yang sah untuk membebaskan diri dari barang yang dititipkan, meskipun belum tiba waktunya yang ditetapkan dalam perjanjian, juga berkuasa mengembalikan barangnya kepada orang yang menitipkan atau jika orang ini menolaknya, meminta ijin hakim untuk menitipkan barangnya disuatu tempat lain (pasal 1726). Untuk membebaskan diri dari barang titipan sebelum lewatnya waktu yang ditetapkan, bagi si penerima titipan harus ada suatu alasan yang sah dan apabila permintaannya untuk mengembalikan barangnya ditolak oleh orang yang menitipkan, diperlukan ijin dari hakim untuk menitipkan barang itu ditempat lain, misalnya dikantor Balai Harta Peninggalan atau di kepaniteraan Pengadilan Negeri.
Segala kewajiban si penerima titipan berhenti jika ia mengetahui dan dapat membuktikan bahwa dia sendirilah pemilik barang yang dititipkan itu (pasal 1727). Dalam hal yang demikian, maka perjanjian penitipan hapus dengan sendirinya, karena si penerima titipan ternyata menguasai barang miliknya sendiri.
Orang yang menitipkan barang diwajibkan mengganti kepada si penerima titipan segala biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang yang dititipkan, serta mengganti kepadanya semua kerugian yang disebabkan karena penitipan itu (pasal 1728).
Berhubung dengan ketentuan diatas, oleh pasal 1729 ditetapkan bahwa si penerima titipan berhak menahan barangnya hingga segala apa yang harus dibayar kepadanya karena penitipan tersebut dilunasi.
1.2.2        Sekestrasi
Sekestrasi adalah penitipan barang tentang mana ada perselisihan, ditangannya seorang pihak ketiga yang mengikatkan diri untuk, setelah perselisihan itu diputus, mengembalikan barang itu kepada siapa yang dinyatakan berhak, beserta hasil-hasilnya. Penitipan ini ada yang terjadi dengan persetujuan dan ada pula yang dilakukan atas perintah Hakim atau Pengadilan (pasal 1730).
a.       Sekestrasi dengan persetujuan
Sekestrasi terjadi dengan persetujuan, apabila barang yang menjadi sengketa diserahkan kepada seorang pihak ketiga oleh satu orang atau lebih secara sukarela (pasal 1731).
Sekestrasi dapat mengenai baik barang-barang bergerak maupun barang-barang tak bergerak (pasal 1734), jadi berlainan dari penitipan barang yang sejati, yang hanya dapat mengenai barang yang bergerak saja (lihat pasal 1696).
Si penerima titipan yang ditugaskan melakukan sekestrasi tidak dapat dibebaskan dari tugasnya, sebelum persengketaan diselesaikan, kecuali apabila semua pihak yang berkepentingan menyetujuinya atau apabila ada suatu alasan lain yang sah (pasal 1735).
b.      Sekestrasi atas perintah Hakim
Sekestrasi atas perintah Hakim terjadi apabila Hakim memerintahkan supaya suatu barang tentang mana ada sengketa, dititipkan kepada seorang (pasal 1736). Mengenai sekestrasi macam ini ditetapkan seterusnya oleh pasal 1737 sebagai berikut:
Sekestrasi guna keperluan Pengadilan diperintahkan kepada seorang yang disetujui oleh pihak-pihak yang berkepentingan atau kepada seorang yang ditetapkan oleh Hakim karena jabatan.
Dalam kedua-duanya hal, orang kepada siapa barangnya telah dipercayakan, tunduk kepada segala kewajiban yang terbit dalam halnya sekestrasi dengan persetujuan, dan selainnya itu ia diwajibkan saban tahun, atas tuntutan Kejaksaan, memberikan suatu perhitungan secara ringkas tentang pengurusannya kepada Pengadilan, dengan memperlihatkan ataupun menunjukkan barang-barang yang dipercayakan kepadanya, namunlah disetujuinya perhitungan itu tidak akan dapat diajukan terhadap para pihak yang berkepentingan (pasal 1737).
Hakim dapat memerintahkan sekestrasi:
1.      Terhadap barang-barang bergerak yang telah disita ditangannya seorang berutang (debitor).
2.      Terhadap suatu barang bergerak maupun tak bergerak, tentang mana hak miliknya atau hak penguasaannya menjadi persengketaan;
3.      Terhadap barang-barang yang ditawarkan oleh seorang berutang (debitor) untuk melunasi utangnya (pasal 1738).
Penyitaan yang disebutkan sub 1 diatas adalah penyitaan conservatoir yang telah dilakukan atas permintaan seorang penggugat, sedangkan penawaran barang-barang oleh seorang debitor kepada kreditornya untuk melunasi utangnya, sebagaimana disebutkan sub 3, dilakukan dalam hal kreditor itu menolak pembayaran yang akan dilakukan debitornya, sehingga debitor ini terpaksa meminta bantuan seorang jurusita atau notaris untuk menawarkan barang atau uang tersebut (secara resmi) kepada kreditor tersebut. Apabila penawaran tersebut ditolak oleh kreditor, maka barang atau uang tersebut dapat dititipkan dikepaniteraan pengadilan atau kepada seorang yang ditunjuk oleh Hakim. Perbuatan ini akan disusul oleh suatu gugatan dari debitor tersebut untuk menyatakan sah penitipan tersebut, dan dengan disahkannya penitipan itu, maka si debitor dibebaskan dari utangnya.
Pengangkatan seorang penyimpan barang dimuka Hakim, menerbitkan kewajiban-kewajiban yang bertimbal balik antara si penyita dan si penyimpan.
Si penyimpan diwajibkan memelihara barang-barang yang telah disita sebagai seorang bapak rumah tangga yang baik.
Ia harus menyerahkan barang-barang itu untuk dijual supaya dari pendapatan penjualan itu dapat dilunasi piutang-piutang si penyita, atau menyerahkannya kepada pihak terhadap siapa penyitaan telah dilakukan, jika penyitaan itu dicabut kembali.
Adalah menjadi kewajiban si penyita untuk membayar kepada si penyimpan upahnya yang ditentukan dalam undang-undang (pasal 1739). Memelihara barang sebagai seorang bapak rumah yang baik diartikan sebagai memelihara sebaik-baiknya dengan minat seperti terhadap barang miliknya sendiri. Apabila kreditor sudah dimenangkan perkaranya dengan suatu putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak, maka penyitaan conservatoir atas barang-barang si debitor otomatis berubah menjadi penyitaan eksekutorial, yang berarti bahwa barang-barang sitaan itu harus dijual untuk melunasi piutang kreditor. Sebaliknya apabila gugatan kreditor (si penyita) ditolak, maka penyitaan itu akan dicabut oleh Hakim dan si penyimpan harus menyerahkan barang itu kepada debitor.









BAB III
PENUTUP
1.3  Kesimpulan
Penitipan barang terjadi apabila orang menerima suatu barang dari orang lain, dengan syarat/janji bahwa ia akan menyimpannya dan kemudian mengembalikannya dalam wujud asalnya. Demikianlah definisi yang oleh pasal 1694 B.W. diberikan tentang perjanjian penitipan itu.
Menurut undang-undang ada dua macam penitipan barang, yaitu penitipan yang sejati dan sekestrasi.
Penitipan barang yang sejati dianggap dibuat dengan cuma-Cuma, jika tidak diperjanjikan sebaliknya, sedangkan ia hanya dapat mengenai barang-barang yang bergerak (pasal 1696). Penitipan barang terjadi dengan sukarela atau karena terpaksa (pasal 1698)
Sekestrasi adalah penitipan barang tentang mana ada perselisihan, ditangannya seorang pihak ketiga yang mengikatkan diri untuk, setelah perselisihan itu diputus, mengembalikan barang itu kepada siapa yang dinyatakan berhak, beserta hasil-hasilnya. Penitipan ini ada yang terjadi dengan persetujuan dan ada pula yang dilakukan atas perintah Hakim atau Pengadilan (pasal 1730).
1.3.1        Saran-Saran
Dari penjelasan di atas tentang penitipan barang, pasti tidak terlepas dari kesalahan penulisan dan rangkaian kalimat serta penyusunannya. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan seperti yang diharapkan oleh pembaca dan khususnya dosen pembimbing mata kuliah hukum perikatan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kepada para pembaca (dosen pembimbing mata kuliah ini) & mahasiswa/i dapat memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun.




Daftar Pustaka
Prof. R. Subekti S.H., Aneka Perjanjian, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995).
Wawan Muhwan Hariri S.H., Hukum Perikatan, (Bandung: CV Pustaka Seti, 2011).