Rabu, 13 November 2013

Konsep Pengembangan Pasar Uang Syariah



TUGAS BERSTRUKTUR                                                      DOSEN PENGASUH       Manajemen Perbankan Syariah                                                 Lutpi Sahal, S.HI., M.SI


“Konsep Pengembangan Pasar Uang Syariah”


Oleh
Kelompok 8
                             Juhanah                                       1101160206
 Norlaila Hayati                 1101160228
                              
   



INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
BANJARMASIN
2013



KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم

            Segala Puji Bagi Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, shalawat dan salam kita haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad Saw beserta keluarga dan para sahabat beliau, serta pengikut beliau hingga akhir zaman.
            Alhamdulillah, atas karunia dan rahmat yang diberikan kepada penulis, sehingga makalah ini dapat disusun dan diselesaikan berdasarkan waktu yang telah diberikan. Makalah ini berjudul “Konsep Pengembangan Pasar Uang Syariah”.
            Penulis  menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis berharap pembaca bisa memberikan kritik dan saran-saran yang membangun dan memotivasi penulis untuk lebih baik lagi dalam membuat makalah.
            Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca maupun yang menulis. Amin yarabbal a’lamiin.

                                                                        Banjarmasin, 27 Oktober 2013

                                                                                           Penulis




DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................. ii
Daftar Isi ......................................................................................................  iii
BAB I : PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ...........................................................................  1
B.     Rumusan Masalah ......................................................................  1
BAB II : PEMBAHASAN
1.      Praktek Pasar Uang Konvensional ............................................      2
2.      Harga di Pasar Uang Konvensional ...........................................     3
3.      Uang dalam Pandangan Islam ....................................................    3-5
4.      Kebutuhan Bank Islam akan Pasar Uang ...................................    5-6
5.      Strategi Pengembangan Pasar Uang Berbasis Syariah ..............      6-11
BAB III : PENUTUP
A.    Kesimpulan ......................................................................................     12
B.     Saran ................................................................................................     12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................     13


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kebutuhan akan adanya pasar uang dilatar belakangi adanya kebutuhan untuk mendapatkan sejumlah dana dalam jangka pendek atau sifatya harus segera dipenuhi. Dengan demikian pasar uang merupakan sarana alternatif khususnya bagi lembaga-lembaga keuangan, perusahaan-perusahaan non keuangan, dan peserta-peserta lainnya, baik dalam memenuhi kebutuhan dana jangka pendeknya maupun penempatan dana atas kelebihan likuiditasnya.
Untuk memenuhi kebutuhan likuiditas, bank-bank syariah juga memerlukan akses kepasar uang, baik dalam rangka penanaman dana yang sementara waktu belum digunakan maupun untuk memenuhi kebutuhan dana dengan segera. Untuk keperluan tersebut diperlukan juga instrumen-instrumen likuiditas, berupa surat-surat berharga yang berasal dari sekuritisasi aset.
Pasar uang juga merupakan sarana pengendalian moneter (secara tidak langsung) oleh otoritas moneter dalam melaksanakan operasi terbuka, di Indonesia pelaksanaan operasi pasar terbuka oleh Bank Sentral yaitu Bank Indonesia dilakukan melalui pasar uang dengan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) sebagai instrumennya.
B.     Rumusan Masalah
Masalah yang akan penulis paparkan didalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana praktek pasar uang konvensional?
2.      Seperti apa harga di pasar uang konvensional?
3.      Bagaimana uang dalam pandangan Islam?
4.      Bagaimana kebutuhan bank Islam akan pasar uang?
5.      Seperti apa strategi pengembangan pasar uang berbasis syariah?

BAB II
PEMBAHASAN
1.      Praktek Pasar Uang Konvensional
Pasar Uang (Money Market) adalah pasar di mana diperdagangkan surat-surat berharga jangka pendek, sedang Pasar Valuta Asing (Foreign Exchange Market) adalah pasar di mana diperdagangkan surat-surat berharga dalam suatu mata uang dengan melibatkan mata uang lain.[1]
Artikel-artikel yang diperdagangkan di Pasar Uang adalah uang (money) dan uang kuasi (near money). Uang atau uang kuasi tidak lain daripada surat berharga (financial paper) yang mewakili uang di mana seseorang (atau perusahaan) mempunyai kewajiban kepada orang (atau perusahaan) lain. Mata uang (currency), yaitu uang tunai yang ada di saku kita, merupakan bukti kewajiban pemerintah sejumlah uang itu kepada kita, merupakan bukti kewajiban pemerintah sejumlah uang itu kepada kita, sebagai pembawa mata uang tersebut.[2]
Bagian terbesar dari aktiva  keuangan yang diperdagangkan di Pasar Uang adalah yang berjangka waktu kurang dari satu tahun. Namun demikian perdagangan yang aktif juga diadakan dari dokumen yang berjangka waktu sampai lima tahun. Surat berharga yang berjangka waktu lebih panjang biasanya lebih banyak dimiliki para investor di Pasar Modal, di mana surat berharga jangka panjang diperdagangkan.[3]
Uang atau uang kuasi yang diperdagangkan di dalam negeri (local money market) adalah dalam mata uang yang berlaku sah di negeri itu. Tapi bila uang atau uang kuasi itu diperdagangkan di luar negara di mana mata uang itu berlaku sah, maka kita sebut foreign money market.[4]



2.      Harga di Pasar Uang Konvensional
Harga dalam Pasar Uang Konvensional biasanya dinyatakan dalam suatu persentase yang mewakili pendapatan (return) berkaitan dengan penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. Pelaku dalam Pasar Uang umumnya disebut peminjam (borrowers) dan pemberi pinjaman (lenders). Peminjaman adalah individu yang membeli hak penggunaan dana untuk jangka waktu yang ditentukan sebelumnya. Pemberi pinjaman adalah individu yang menjual hak penggunaan dana untuk jangka waktu yang ditentukan sebelumnya. Pemberi pinjaman adalah individu yang menjual hak penggunaan dana untuk jangka waktu tersebut.[5]
Harga yang diterima oleh pemberi pinjaman untuk melepaskan hak penggunaan dana itu disebut tingkat bunga (interest rate). Misalnya di dalam pinjaman sebesar Rp 100 (seratus rupiah), bila pemberi pinjaman menerima Rp 120 (seratus dua puluh rupiah) pada akhir tahun, maka kelebihan sebesar Rp 20 (dua puluh rupiah) yang diterima tersebut dinyatakan dalam persentase yaitu 20% (dua puluh persen) tingkat bunga per tahun.[6]

3.      Uang dalam Pandangan Islam
Dalam pandangan syariah, uang itu bukan merupakan suatu komoditas melainkan hanya sebagai alat untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis (economic added value). Tanpa pertambahan nilai ekonomis itu, uang tidak dapat menciptakan kesejahteraan. Hal ini bertentangan dengan perbankan berbasis bunga di mana uang mengembangbiakkan uang, tidak peduli apakah dipakai dalam kegiatan produktif atau tidak. Waktu adalah faktor utamanya. Sedangkan dalam pandangan syariah, uang hanya akan berkembang bila ditanamkan ke dalam kegiatan ekonomi riil (tangible economic activities). Dengan demikian, hubungan antara bank syariah dengan nasabahnya adalah lebih sebagai partner ketimbang sebagai lender atau borrower.  Bank syariah dapat bertindak sebagai pembeli, penjual, atau pihak yang menyewakan (lessor). Hal itu bisa dilakukan secara langsung, di mana bank mempunyai expertise untuk bertindak sebagai perusahaan dagang (trading house), atau secara tidak langsung dengan cara bertindak sebagai agen bagi nasabahnya.[7]
Dalam sejarah Islam, uang merupakan sesuatu yang diadopsi dari peradaban Romawi dan Persia. Ini dimungkinkan karena penggunaan dan konsep uang tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Dinar adalah mata uang emas yang diambil dari Romawi dan dirham adalah mata uang perak warisan peradaban Persia. Perihal dalam Al-Qur’an dan Hadits dua logam mulia ini, emas dan perak telah disebutkan baik dalam fungsinya sebagai mata uang atau sebagai harta dan lambang kekayaan yang disimpan.[8]
Dalam konsep Islam tidak dikenal money demand for speculation. Uang pada hakikatnya adalah milik Allah SWT yang diamanahkan kepada kita dan masyarakat. Oleh karenanya, menimbun uang di bawah bantal (dibiarkan tidak produktif) tidak dikehendaki karena berarti mengurangi jumlah uang beredar. Dalam pandangan Islam, uang adalah flow concept, karenanya harus selalu berputar dalam perekonomian. Semakin cepat uang berputar dalam perekonomian, akan semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat dan akan semakin baik perekonomian.[9]
Bagi mereka yang tidak dapat memproduktifkan hartanya, Islam menganjurkan untuk melakukan musyarakah atau mudharabah, yaitu bisnis dengan bagi hasil. Bila ia tidak ingin mengambil risiko yang mungkin timbul karena ber-musyarakah atau ber-mudharabah, Islam sangat menganjurkan untuk melakukan qard, yaitu meminjamkannya tanpa imbalan apapun, karena meminjamkan uang untuk memperoleh imbalan adalah riba.[10]
Uang kertas yang berlaku pada zaman sekarang disebut fiat money. Dinamakan demikian, karena kemampuan uang untuk berfungsi sebagai alat tukar dan memiliki daya beli tidak disebabkan karena uang tersebut dilatarbelakangi oleh emas. Dahulu ketika dunia masih mengikuti standar emas memang benar uang dilatarbelakangi oleh emas. Namun, rezim ini telah lama ditinggalkan oleh perekonomian dunia pada pertengahan dasawarsa 1930-an. Kini uang kertas yang beredar dalam kehidupan kita sehari-hari menjadi alat tukar karena pemerintah menetapkannya sebagai alat tukar. Sekiranya pemerintah mencabut keputusannya dan menggunakan uang dari jenis lain, niscaya uang kertas tersebut tidak akan memiliki bobot sama sekali.[11]

4.      Kebutuhan Bank Islam akan Pasar Uang
Tugas utama manajemen bank adalah memaksimalkan laba, meminimalkan risiko dan menjamin tersedianya likiuditas yang cukup. Manajemen tidak dapat semaunya menarik nasabah untuk menyimpan dananya di bank, tanpa adanya keyakinan bahwa dana itu dapat diinvestasikan secara menguntungkan dan dapat dikembalikan ketika dana itu sewaktu-waktu ditarik oleh nasabah, atau dana tersebut telah jatuh tempo. Di samping itu manajemen juga harus secara simultan mempertimbangkan berbagai risiko yang akan berpengaruh pada perubahan tingkat laba yang diperoleh.[12]
Tanpa adanya fasilitas Pasar Uang, bank konvensional pun akan menghadapi masalah yang sama, mengingat umumnya perbankan sulit menghindari posisi keuangan yang mismatched. Untuk memanfaatkan dana yang sementara idle itu, bank harus dapat melakukan investasi jangka pendek di Pasar Uang; dan sebaliknya, untuk memenuhi kebutuhan dana bagi likuiditas jangka pendek, karena mismatch, bank juga harus dapat memperolehnya di Pasar Uang.[13]
Karena surat-surat berharga yang ada di pasar keuangan konvensional, kecuali saham, berbasis pada system bunga, maka Perbankan Islam menghadapi kendala karena mereka tidak diperbolehkan untuk menjadi bagian dari aktiva atau pasiva yang berbasis bunga. Masalah ini berdampak negativ bagi pengelolaan likuiditas maupun pengelolaan investasi jangka panjang. Akibatnya perbankan syariah terpaksa hanya memusatkan portofolio mereka pada aktiva  jangka pendek, yang terkait dengan perdagangan, dan berlawanan dengan keperluan investasi dan pembangunan ekonomi.[14]
Walaupun manajemen telah berhasil menciptakan pasar bagi Perbankan Islam, namun mereka belum mencapai kedalaman pasar yng menjamin keuntungan (profitability) dan kelangsungan usaha (viability) jangka panjang. Cepat atau lambatnya mereka keluar dari masalah ini akan tergantung pada kecepatan, keagresifan dan keefektifan mereka membangun instrument dan teknik yang memungkinkan tercapainya fungsi intermediasi dua-arah bagi Perbankan Islam. Mereka harus menemukan jalan dan alat pengembangan instrument keuangan berbasis syariah yang marketable, di mana portofolio yang dihasilkan oleh Perbankan Islam dapat dipasarkan di pasar keuangan yang lebih luas.[15]
5.      Strategi Pengembangan Pasar Uang Berbasis Syariah
Penciptaan Instrumen Pasar Uang Syariah
Sebagaimana telah diuraikan, surat-surat berharga yang beredar di pasar keuangan konvensional adalah surat-surat berharga berbasis bunga, sehingga bank Islam tidak dapat memanfaatkan Pasar Uang yang ada. Kalaupun ada saham sebagai surat tanda penyertaan modal yang berbasis bagi hasil, masih diperlukan penelitian apakah obyek penyertaan tersebut terbebas dari kegiatan yang tidak disetujui oleh Islam.[16]
Dengan kata lain harus ada kepastian bahwa emiten tidak menyelenggarakan perniagaan barang-barang yang dilarang oleh syariah Islam, atau mengandung unsure riba, maisir dan gharar. Untuk menciptakan Pasar Uang yang bermanfaat bagi Perbankan Islam harus diciptakan instrument Pasar Uang berbasis syariah. Dengan aktifnya instrument Pasar Uang berbasis syariah maka Perbankan Islam dapatmelakukan fungsinya secara penuh, tidak saja dalam memfasilitasi perdagangan jangka pendek tapi juga berperan mendukung investasi jangka panjang.[17]
Struktur keuangan proyek-proyek pembangunan berbasis syariah akan memperkaya piranti  keuangan syariah dan membuka partisipasi lebih besar seluruh pelaku pasar, tidak terkecuali non-Muslim, karena pasar tersebut bersifat terbuka.[18]
Perbedaan pokok antara lembaga keuangan syariah dengan lembaga keuangan konvensional adalah dilarangnya riba (bunga) pada lembaga keuangan syariah, baik riba nasiah, yaitu riba pada pinjam-meminjam uang (qard), maupun riba fadl, yaitu riba dalam perdagangan. Pinjam-meminjam uang untuk memperoleh imbalan (keuntungan) dilarang. Pendapatan atau keuntungan hanya boleh didapat dengan bekerja atau melakukan kegiatan perniagaan yang tidak dilarang oleh Islam. Untuk menghindari pelanggaran terhadap batas-batas yang telah ditentukan oleh syariah Islam tersebut, maka piranti keuangan yang diciptakan harus didukung oleh aktiva, proyek aktiva atau transaksi jual-beli yang melatarbelakanginya (underlying transaction).[19]
Piranti keuangan itu dapat dibentuk melalui sekuritisasi aktiva/proyek aktiva (assets securitization), yang merupakan bukti penyertaan, baik dalam bentuk penyertaan musyarakah (management share) yang meliputi modal tetap (fixed capital) dengan hak mengelola, mengawasi dan hak suara dalam pengambilan keputusan (voting right), maupun dalam bentuk penyertaan mudharabah (participation share), yang mewakili modal kerja (variable capital), dengan hak atas modal dan keuntungan dari modal tersebut, tapi tanpa adanya voting right.[20]




Mekanisme Operasi Pasar Uang Syariah
Mekanisme perdagangan surat-surat berharga berbasis syariah harus tetap berkaitan dan berada dalam batas-batas toleransi dan ketentuan-ketentuan yang digariskan syariah, seperti antara lain:[21]
·         Fatwa Ulama pada simposium yang disponsori Dallah al Baraka Group pada November 1984 di Tunis menyatakan: “Adalah dibolehkan menjual bagian modal dari setiap perusahaan dimana manjemen perusahaan tetap berada ditangan pemilik nama dagang (owner of trade name) yang telah terdaftar secara legal. Pembeli hanya mempunyai hak atas bagian modal dan keuntungan tunai atas modal tersebut, tanpa hak pengawasan atas manajemen atau pembagian aset kecuali untuk menjual bagian saham yang mewakili kepentingannya.”
·         Lokakarya Ulama tentang Reksadana syariah, peluang dan tantangannya di Indonesia, yang diselenggarakan di Jakarta pada 30-31 Juli 1997, telah membolehkan diperdagangkannya reksadana yang berisi surat-surat berharga dari perusahaan-perusahaan yang produk maupun operasinya tidak bertentangan dengan syariah Islam.
Orang akan tertarik menanamkan dananya pada instrumen keuangan apabila ia yakin bahwa instrumen tersebut dapat dicairkan setiap saat tanpa mengurangi pendapatan efektif dari investasinya. Oleh karena itu setiap instrumen keuangan harus memenuhi beberapa syarat, antara lain:[22]
(a)    Pendapatan yang baik (good return);
(b)   Risiko yang rendah (low risk);
(c)    Mudah dicairkan (redeemable)
(d)   Sederhana (simple); dan
(e)    Fleksibel.
Dalam rangka memenuhi syarat-syarat tersebut, tanpa mengabaikan batas-batas yang diperkenankan oleh syariah, diperlukan adanya suatu special purpose company (selanjutnya disebut ”company”) dengan fungsi sebagai berikut:[23]
·         Memastikan keterkaitan antara sekuritasi dengan aktivitas produktif atau pembangunan proyek-proyek asset baru, dalam rangka penciptaan pasar primer melalui kesempatan investasi baru dan menguji kelayakan (feasibility)-nya. Tahap ini disebut transaction making yang didukung oleh Initial Investor.
·         Menciptakan pasar sekunder yang dibangun melalui berbagai pendekatan yang dapat mengatur dan mendorong terjadinya consensus perdagangan antar para dealer, termasuk fasilitas pembelian kembali (redemption).
·         Menyediakan layanan kepada nasabah dengan mendirikan lembaga pembayar (paying agent)
Konsep ini dapat diterapkan secara lebih luas dengan pendayagunaan sumber-sumber-sumber dari lembaga-lembaga lain dan para nasabah dari perbankan Islam sehingga memungkinkan adanya:[24]
·         Penciptaan proyek-proyek besar dan penting;
·         Para penabung kecil dan para investor berpenghasilan rendah dapat memperoleh keuntungan dari proyek-proyek yang layak (feasible) dan sukses dimana mereka dapat dengan mudah mencairkan kembali dengan pendapatan yang baik;
·         Memperluas basis bagi pasar primer; dan
·         Menjembatani kesulitan menemukan perusahaan yang bersedia ikut berpartisipasi dalam permodalan (joint stock companies) dan mengutipnya di pasar.
Peran Company
Peran utama company adalah sebagaipembuat transaksi (transaction market). Semua lembaga keuangan berusaha memobilisasi dana dari para penabung dan mempertimbangkan jalan terbaik untuk menggunakannya. Salah satu kelemahan dari prilaku ini adalah adanya dana-dana menganggur atau digunakan secara tidak layak, yang semata-mata mengambil keuntungan dari waktu dan seringkali menanamkan dana-dana tersebut pada transaksi yang meragukan. Untuk menghindari hal itu maka diperlukan inisiatif dari pembuat transaksi dengan mekanisme kerja sebagai berikut:[25]
1)      Melakukan verifikasi atas kesempatan investasi, baik secara internal (perusahaan) maupun secara eksternal (pasar). Jika transaksi tersebut dapat diterima, maka pembuat transaksi (yangbekerja berdasarkan komisi) melakukan usaha lebih lanjut. Proyek itu akan dibeli oleh atau ditawarkan kepada Initial Investor dari bagian saham yang telah ditanam untuk memperoleh partisipasi dari pasar.
2)      Untuk mengatasi kesulitan dan untuk memastikan adanya kemungkinan bagi investor guna mencairkan kembali investasi mereka, jika sewaktu-waktu mereka butuhkan, tanpa mempengaruhi pendapatan efektif yang mereka harapkan, maka perusahaan dapat menerapkan program-program berikut:[26]
·         Mendukung perjanjian perdagangan sekuritas:
Bagian saham dari “company” ini dapat dipertukarkan sesuai dengan perjanjian yang saling menguntungkan (mutual agreement). “Company” mensponsori dan mengawasi pertukaran. Surat-surat berharga tersebut ditransfer setelah aspek-aspek legal diselesaikan, kemudian diikuti dengan penyediaan fasilitas Pasar Sekunder, mendorong dan mendukung para dealer untuk mengambil dan memperdagangkan instrumen keuangan. “Company” juga memperkenalkan, untuk pertama kalinya, pelayanan penebusan surat-surat berharga (security redemption services).




·         Program penebusan (redemption programme):
Penebusan dilakukan dengan harga yang berlaku pada saat transaksi pembelian kembali. Dalam hal ini diberlakukan ketentuan-ketentuan berikut:[27]
a.      Pengawasan penebusan
b.      Penetapan jumlah dan harga pembelian kembali
c.       Agen-agen pembayaran (paying agents)
Bertindak sebagai custodian
Untuk memudahkan transfer instrumen pasar uang yang diperdagangkan, maka “company” bertindak sebagai custodian, sehingga setiap transaksi yang dilakukan dapat dengan segera diikuti oleh pemindahan hak dengan menggunakan jasa “company”.[28]
















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pasar Uang (Money Market) adalah pasar di mana diperdagangkan surat-surat berharga jangka pendek. Harga dalam Pasar Uang Konvensional biasanya dinyatakan dalam suatu persentase yang mewakili pendapatan (return) berkaitan dengan penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu.
Dalam pandangan syariah, uang itu bukan merupakan suatu komoditas melainkan hanya sebagai alat untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis (economic added value). Tanpa pertambahan nilai ekonomis itu, uang tidak dapat menciptakan kesejahteraan. Dalam konsep Islam tidak dikenal money demand for speculation. Uang pada hakikatnya adalah milik Allah SWT yang diamanahkan kepada kita dan masyarakat.
Tugas utama manajemen bank adalah memaksimalkan laba, meminimalkan risiko dan menjamin tersedianya likiuditas yang cukup. Adapun strategi pengembangan pasar uang berbasis syariah, meliputi sebagai berikut:
-          Penciptaan instrumen pasar uang syariah
-          Mekanisme operasi pasar uang syariah
-          Peran company
B.     Saran-saran
Dari beberapa penjelasan di atas tentang konsep pengembangan pasar uang syariah pasti tidak terlepas dari kesalahan penulisan dan rangkaian kalimat dan penyusunan makalah. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan seperti yang diharapkan oleh para pembaca dan khususnya pembimbing mata kuliah manajemen perbankan syariah. Oleh karena itu, penulis mengharap kepada para pembaca dan dosen pembimbing mata kuliah ini dapat memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun.



Daftar Pustaka
Nurul Huda & Mustafa Edwin Nasution, Current Issues Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana, 2009.
Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006.



[1] Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2006), h. 174
[2] Ibid.,
[3] Ibid., h. 175
[4] Ibid.,
[5] Ibid.,
[6] Ibid.,
[7] Nurul Huda & Mustafa Edwin Nasution, Current Issues Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 238
[8] Ibid.,
[9] Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), h. 185
[10] Ibid., h. 186
[11] Nurul Huda & Mustafa Edwin Nasution, Current Issues Lembaga Keuangan Syariah, op.cit., h. 239.
[12] Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syaria, op.cit., h. 176.
[13] Ibid.
[14] Ibid.
[15] Ibid.
[16] Ibid., h. 177
[17] Ibid.
[18] Ibid.
[19] Ibid.
[20] Ibid., h. 178
[21] Ibid.
[22] Ibid.
[23] Ibid., h. 179
[24] Ibid.
[25] Ibid., h. 180
[26] Ibid.
[27] Ibid., h. 181
[28] Ibid., h. 182
 


1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus