TUGAS BERSTRUKTUR DOSEN PENGASUH Etika Bisnis Islam Ahmad Hulaify, SHI., MSI.
“Konsep
Bisnis dalam Al-Qur’an”
Oleh
Kelompok
5
Marliani 1101160215
Norlaila Hayati 1101160228
Yudi Ramadhani 1101160305
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
ANTASARI
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
BANJARMASIN
2013
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
Segala Puji Bagi
Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, shalawat dan salam kita haturkan
kepada junjungan Nabi Muhammad Saw beserta keluarga dan para sahabat beliau,
serta pengikut beliau hingga akhir zaman.
Alhamdulillah,
atas karunia dan rahmat yang diberikan kepada penulis, sehingga makalah ini
dapat disusun dan diselesaikan berdasarkan waktu yang telah diberikan. Makalah
ini berjudul “Konsep Bisnis dalam Al-Qur’an”.
Dalam kesempatan
ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Ahmad Hulaify, SHI.,
MSI. selaku dosen pengasuh mata kuliah Etika Bisnis Islam yang telah memberikan
pengetahuan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan
dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis berharap pembaca bisa memberikan
kritik dan saran-saran yang membangun dan memotivasi penulis untuk lebih baik lagi dalam membuat makalah.
Semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca maupun yang menulis. Amin yarabbal a’lamiin.
Banjarmasin,
10 Oktober 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
............................................................................................. ii
Daftar Isi
...................................................................................................... iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah
...................................................................... 1
BAB II : PEMBAHASAN
1. Pengertian Bisnis secara Umum dan Khusus
............................ 2
2.
Konsep Bisnis dalam Al-Qur’an
............................................... 3-4
a.
Bisnis yang Menguntungkan ............................................... 4
1) Investasi yang Paling Baik
............................................ 5
2)
Keputusan yang Logis, Sehat dan Masuk Akal ............ 5-6
3)
Mengikuti Perilaku yang Baik atau Terpuji .................. 6-7
b.
Bisnis yang
Merugi ............................................................. 7
1)
Investasi
yang Tidak Baik ............................................. 8
2)
Keputusan yang Tidak Logis, Tidak Sehat dan Tidak Masuk Akal
............................................................................... 8
3)
Perilaku yang Tidak Baik atau Tidak Terpuji ............... 8-9
c.
Pemeliharaan Prestasi, Hadiah dan Hukuman .................... 9-10
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 11
B. Saran
................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 12
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hubungan sosial dalam dunia Islam mencerminkan taraf perkembangan enokomi
negara yang bersangkutan, dan dengan majunya perkembangan ekonomi negara-negara
tersebut berangsur-angsur akan dipengaruhi oleh sikap dan perilaku dunia barat
sehingga sering disebut dengan masyarakat modern. Terdapat anggapan bahwa
adanya pertentangan antara perkembangan atau kemajuan dengan nilai-nilai
tradisional. Dikalangan umat Islam terdapat perbedaan pendapat mengenai
pemahaman benar atau tidaknya pertentangan tersebut.
Padahal sesungguhnya Islam mengatur urusan dunia dan akhirat. Tetapi di
sisi lain Islam juga mengurus masalah ibadah, bagaimana mencari pahala dan
amaliah-amaliah yang harus dilakukan untuk melaksanakan kewajiban kepada Allah
swt. Selain itu, Islam mengurus masalah keduniaan yaitu mengenai cara
memperoleh rezeki, cara bertransaksi dengan baik dan hukum perniagaan yang
sesuai dengan syariat Islam yang ternyata dapat memberikan keuntungan dan
kepuasan bagi semua pihak.
Namun,
masyarakat luas masih merasa asing dengan wacana ini, karena anggapan mereka
yang melihat islam dari satu sisi saja yaitu dalam aspek ibadah hablum
minallah, padahal manusia juga harus memerhatikan aspek hablum minannas,
dimana salah satunya manusia harus melakukan transaksi dan perniagaan yang
dapat mendukung sarana peribadatan mereka, bahkan didalam beberapa surat
didalam ayat Al-qur’an, mencari rezeki merupakan sebuah kewajiban dan
diperintah secara langsung oleh Allah swt.
B.
Rumusan
Masalah
Masalah yang
akan penulis paparkan didalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa itu
bisnis secara umum dan secara khusus?
2. Bagaimana
konsep bisnis dalam Al-Qur’an?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Bisnis secara Umum dan Khusus
Bisnis
adalah sebuah aktivitas yang mengarah pada peningkatan nilai tambah melalui
proses penyerahan jasa, perdagangan atau pengolahan barang (produksi).[1] Menurut
Skinner, bisnis adalah pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling
menguntungkan atau memberi manfaat. Sedangkan menurut Anoraga dan Soegiastuti,
bisnis adalah suatu organisasi yang menjalankan aktivitas produksi dan
penjualan barang atau jasa yang diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh
profit.[2]
Yusanto dan
Wijayakusuma mendefinisikan lebih khusus tentang bisnis Islami adalah serangkaian
aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah
kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam
cara memperolehnya dan pendayagunaan hartanya karena aturan halal dan haram.[3]
Dalam
Al-Qur’an, bisnis berasal dari kata al-tijarah dan dalam bahasa arab tijaraha,
berawal dari kata dasar tajara, tajran wa tijarata, yang artinya
berdagang atau berniaga. Menurut ar-Raghib al-Asfahani dalam al-mufradat fi
gharib al-Qur’an, at-Tijarah bermakna pengelolaan harta benda untuk
mencari keuntungan. Sedangkan menurut Ibnu Farabi, yang dikutip ar-Raghib,
fulanun tajirun bi kadza, berarti seseorang yang mahir dan cakap yang
mengetahui arah dan tujuan yang diupayakan dalam usahanya.[4]
2.
Konsep Bisnis dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an dalam
mengajak manusia untuk mempercayai dan mengamalkan tuntutan-tuntutannya dalam
segala aspek kehidupan seringkali menggunakan istilah-istilah yang dikenal
dalam dunia bisnis, seperti jual beli, untung rugi dan sebagainya.[5]
Dalam konteks ini Al-Qur’an menjanjikan;
“Sesungguhnya Allah
membeli dari orang-orang mukmin harta dan jiwa mereka dan sebagai imbalannya
mereka memperoleh syurga. Siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) Allah
maka bergembiralah dengan jual-beli yang kamu lakukan itu. Itulah kemenangan
yang besar.”[6]
Islam
memberikan konsep bisnis sebagai sebuah amaliah yang dipahami sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam
berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan hartanya
(barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara perolehan dan
pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram). Maksudnya
adalah Islam mewajibkan setiap muslim,
khususnya yang memiliki tanggungan untuk bekerja. Bekerja merupakan
salah satu sebab pokok yang memungkinkan manusia memiliki harta
kekayaan. Untuk memungkinkan manusia berusaha mencari nafkah, Allah swt.
melapangkan bumi serta menyediakan berbagai fasilitas yang dapat
dimanfaatkan untuk mencari rizki.
Ada beberapa terma dalam al-Qur’an yang berkaitan
dengan konsep bisnis. Diantaranya
adalah kata al Tijarah, al-bai’u, tadayantum dan isytara.[7]
Terma tijarah, berawal dari kata dasar t-j-r, tajara,
tajran wa tijaratan, yang bermakna berdagang, berniaga. Dalam pengertian
ini jual beli diperlihatkan dalam konteks sebagai aspek bisnis yakni sebagai
media mencari penghidupan.[8]
Terma Isytara, kata isytara disebut dalam
Al-Qur’an sebanyak dua puluh lima kali. Isytara dalam surah at-Taubah (9: 111)
digunakan dalam pengertian membeli yaitu dalam konteks Allah membeli diri dan
harta orang-orang mukmin. Dengan demikian, terma Isytara mengandung makna
transaksi antara manusia dengan Allah atau transaksi sesama manusia yang
dilakukan karena dan untuk Allah juga transaksi dengan tujuan keuntungan
manusia walaupun dengan menjual ayat-ayat Allah.[9]
Terma ini pada hakikatnya tidak semata-mata bersifat
material dan hanya bertujuan mencari keuntungan material semata, tetapi
bersifat material sekaligus immaterial, bahkan lebih meliputi dan mengutamakan
hal yang bersifat immaterial dan kualitas. Aktivitas bisnis tidak hanya
dilakukan sesame manusia tetapi juga dilakukan dengan ketelitian dan kecermatan
dalam proses administrasi dan perjanjian-perjanjian dan bisnis tidak boleh
dilakukan dengan cara penipuan, kebohongan, hanya karena memperoleh keuntungan.
Dalam konteks inilah Al-Qur’an menawarkan keuntungan dengan suatu bursa yang
tidak pernah mengenal kerugian.[10]
Dalam menguraikan konsep bisnis dalam
al-Qur’an, Ahmad membaginya ke dalam tiga pokok bahasan yaitu bisnis yang
menguntungkan, bisnis yang merugi, dan pemeliharaan prestasi, hadiah, dan
hukuman.[11]
a.
Bisnis
yang Menguntungkan
Dalam pandangan Al-Qur’an, bisnis yang menguntungkan itu mengandung
tiga elemen dasar yakni mengetahui investasi yang paling baik, membuat
keputusan yang logis, sehat dan masuk akal, dan mengikuti perilaku yang baik. Menurut
Al-Qur’an, tujuan dari semua aktivitas manusia hendaknya diniatkan untuk
mencari keridhaan Allah karena hal ini merupakan puncak dari seluruh kebaikan,
tanpa kecuali dalam masalah bisnis. Cara untuk mencapai ridha itu adalah dengan
mempergunakannya dalam hal-hal yang baik disertai dengan niat yang ikhlas
karena Allah. Bisnis yang baik menurut Ahmad adalah meringankan, melonggarkan
dan tidak menguber para pengutang yang benar-benar tidak mampu mengembalikan
secara tertulis. Perilaku seorang kreditor yang demikian dianggap sebagai
sesuatu perdagangan yang sangat menguntungkan.[12]
1)
Investasi
yang Paling Baik
Menurut
Al-Qur’an, tujuan dari semua aktifitas manusia hendaknya diniatkan untuk ibtigha-i
mardhatillah (mencari keridhaan Allah), karena hal ini merupakan pangkal
dari seluruh kebaikan. Dengan demikian maka investasi dan kekayaan milik
seseorang itu dalam hal-hal yang benar tidak mungkin untuk dilewatkan
penekanannya. Dalam ungkapan lain, investasi terbaik itu adalah jika ia ditujukan untuk menggapai ridha
Allah. Karena kekayaan Allah itu tanpa batas dan tidak akan habis, maka
merupakan pilihan terbaik untuk mencari dan memperoleh keuntungan yang Allah
janjikan dengan mengambil kesempatan-kesempatan yang ada. Di dalam Al-Qur’an,
kasih sayang Allah digambarkan sebagai sesuatu yang lebih baik dari segala
kenikmatan yang ada di dunia. Jika mardhatillah menempati prioritas paling
puncak, tentu saja investasi untuk mencapai itu menjadi investasi terbaik dari
segala jenis investasi.[13]
2) Keputusan yang Logis, Sehat dan Masuk Akal
Agar sebuah bisnis sukses dan menghasilkan untung, hendaknya bisnis
tersebut didasarkan atas keputusan yang tepat, logis, bijak dan hati-hati.
Menurut Al-Qur’an, bisnis yang menguntungkan bukan hanya yang dapat dinikmati
di dunia, tetapi juga dapat dinikmati di akhirat dengan keuntungan yang jauh
lebih besar. Karena kenikmatan dunia itu tidak ada apa-apanya apabila
dibandingkan dengan kenikmatan akhirat. Kebersihan jiwalah, bukan banyaknya
harta, yang akan membuat manusia sukses di alam akhirat. Itulah sebabnya mengapa Al-Qur’an selalu menasihati manusia agar selalu
mencari dan mengarahkan apa yang di lakukan untuk mendapat pahala di akhirat,
bahkan pada saat dia melakukan hal-hal yang bersifat duniawi sekalipun.
3) Mengikuti Perilaku yang Baik atau Terpuji
Dalam Al-Qur’an, perilaku yang terpuji sangat dihargai dan dinilai sebagai
investasi yang sangat menguntungkan, karena hal ini akan mendatangkan kedamaian
di dunia juga keselamatan di akhirat. Indikator perilaku seseorang itu telah
dipaparkan dalam Al-Qur’an, dimana setiap orang beriman akan selalu meniru dan
mengikuti jejak langkah Rasulullah dalam menjalani kehidupanya di dunia.
Diantara perilaku terpuji yang direkomendasi Al-Qur’an agar memperoleh
bisnis yang menguntungkan adalah dengan mencari karunia secara sungguh-sungguh, serta mengharap ampunan-Nya. Jalan untuk mendapat ampunan-Nya adalah dengan
memberi maaf pada sesama manusia; karena disamping akan mendapat ampunan, ia
juga akan memperoleh ganjaran yang besar dari Allah. Menepati janji dan kesepakatan juga merupakan indikator perilaku terpuji, disamping membayar zakat dengan sempurna.
Menurut Al-Qur’an, bisnis yang menguntungkan adalah bisnis yang
tidak hanya mengejar keuntungan duniawi yang berjangka pendek dan untuk
kepentingan sesaat, tetapi keuntungan yang bisa dinikmati di akhirat yang kekal
dan abadi. Oleh karena itu agar sebuah bisnis sukses dan menghasilkan untung,
hendaknya bisnis itu didasarkan atas keputusan yang sehat, bijaksana dan
hati-hati.
Selain itu Al-Qur’an memerintahkan pada orang-orang yang beriman
untuk menjaga amanah dan menjaga janjinya, memerintahkan mereka untuk adil dan
moderat dalam perilaku mereka terhadap Allah, begitu juga terhadap sesama
manusia. Sebagai jaminan bahwa pelaku bisnis berperilaku yang benar, Ahmad
menegaskan bahwa seorang pelaku harus selalu ingat terhadap Allah, terhadap
ibadah ritualnya dan kewajibannya membayar zakat, sampai pada saat aktivitas
yang demikian sibuk dan cepat sekalipun. Dia harus menghentikan sejenak
aktivitas bisnisnya saat datang panggilan untuk shalat jum’at dan kembali
melakukannya setelah usai.[14]
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseur untuk menunaikan
sembahyang pada hari jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah swt
dan tinggalkanlah jual-beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui. Apabila telah ditunaikan sembahyang maka bertebaranlah di muka
bumi; dan carilah karunia Allah swt dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya
kamu beruntung.”[15]
Ayat ini memberi pengertian agar berbisnis (mencari kelebihan karunia
Allah) dilakukan setelah melakukan shalat dan dalam pengertian tidak
mengesampingkan dan tujuan keuntungan yang hakiki yaitu keuntungan yang
dijanjikan Allah. Oleh karena itu, walaupun mendorong melakukan kerja keras
termasuk dalam berbisnis, Al-Qur’an
menggarisbawahi bahwa dorongan yang seharusnya lebih besar bagi dorongan
bisnis adalah memperoleh apa yang berada di sisi Allah.[16]
Dengan demikian menurut Ahmad, perilaku bisnis yang benar adalah
yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan implementasinya tidak saja baik
terhadap sesama manusia, tetapi juga harus selalu dekat terhadap Allah swt.[17]
b.
Bisnis
yang Merugi
Bisnis ini merupakan kebalikan dari bisnis yang pertama karena
kekurangan ataupun ketiadaan elemen-elemen dari bisnis yang menguntungkan
menurut Al-Qur’an. Seluruh tindakan serta transaksi yang memungkinkan untuk
mendatangkan keuntungan akhirnya berbalik menjadi bisnis yang merugikan. Kerugian
ini diasumsikan sebagai yang merusakkan proporsi perbendaharaan akhirat yang
abadi diperdagangkan dengan kenikmatan dunia fana dan terbatas.
1)
Investasi
yang Tidak Baik
Menurut Al-Qur’an, diantara
investasi yang dapat mengakibatkan pelakunya mengalami kerugian, bahkan
kehilangan modalnya sehingga terancam bangkrut total, adalah: menukar akhirat
dengan dunia; menjual ayat-ayat Allah dengan harga murah demi mendapat
keuntungan dunia yang kecil; menjual ideologi dan idealisme demi pragmatisme
dan hedonisme tanpa peduli lagi dengan pahala akhirat; terobsesi dan mengabdi
pada dunia sehingga lalai dalam pengabdian pada Allah; dan puncaknya adalah
mengorbankan modalnya yang paling berharga yaitu kehidupan itu sendiri, untuk
sesuatu yang sia-sia.
2) Keputusan yang Tidak Logis, Tidak Sehat dan Tidak Masuk Akal
Tidak ada suatu kenaifan dalam
kehidupan ini yang lebih besar dari sebuah keputusan yang diambil dengan
cara-cara yang tidak tepat, tidak logis dan tidak rasional. Al-Qur’an secara
tegas menyatakan bahwa keputusan yang tidak tepat dan tidak logis serta tidak
masuk akal dalam hidup ini akan mengakibatkan kerugian besar dan penyesalan
yang panjang.
Diantara contoh pengambilan
keputusan yang tidak tepat adalah: lebih mementingkan kehidupan dunia daripada
kehidupan akhirat; bergelimang dengan hal-hal yang khabits (kotor) karena ingin
cepat kaya; menggadaikan iman demi harta dan kekuasaan; terobsesi kemegahan
dunia dan menyepelekan nilai-nilai kebenaran dan hidayah; mencari pelindung
selain Allah; menjalankan bisnis yang menjauhkan dirinya dari jalan lurus yang
telah ditunjukkan Allah; lebih memprioritaskan bisnis entertainment daripada
bisnis yang mengedukasi akal dan spiritual; dan terlalu disibukkan dengan harta
dan jabatan daripada mengingat Allah dan Hari Akhir.
3)
Perilaku
yang Tidak Baik atau Tidak Terpuji
Perilaku apapun yang Allah larang
akan menjerumuskan pelakunya dalam kerugian yang nyata. Al-Qur’an menyebutkan
perilaku-perilaku yang tak terpuji itu bersamaan dengan konsekuensinya yang
akan merugikan dirinya di dunia maupun diakhirat. Perilaku yang tidak terpuji
menurut Al-Qur’an diantaranya: tidak mengimani dan menolak petunjuk Allah dalam
Al-Qur’an; menyembunyikan ayat-ayat Allah atau menjualnya dengan harga murah;
menyakiti perasaan orang lain dengan menyebut-nyebut sedekah atau kebaikannya
kepada orang tersebut; kikir dan merasa diri kaya raya; membelanjakan harta
tidak sesuai dengan tuntunan Allah; menjadi pengkhianat; terlibat dalam
perjudian dan minuman keras; melakukan perbuatan keji dan tidak terhormat;
mengkhianati amanah dan kepercayaan; membangkang dan menolak perintah Allah;
tidak menghargai nilai-nilai moral yang diajarkan Al-Qur’an dalam berhubungan
dengan manusia; merusak kesepakatan dan perjanjian; tidak tahu berterima kasih;
melakukan perbuatan dosa; melakukan kejahatan dan pelanggaran hukum; melakukan
praktek prostitusi; bersikap arogan dan sombong; melakukan kebohongan publik
dan sumpah palsu; memanipulasi pembayaran zakat; dan berlaku curang dalam
ukuran dan timbangan.
Selanjutnya, Ahmad menegaskan bahwa keputusan yang tidak sehat
dalam hidup ini akan mengakibatkan kerugian yang besar. Keputusan yang tidak
sehat pada akhirnya akan melahirkan perilaku jahat yang sangat dikutuk oleh
Al-Qur’an. Mengkhianati amanah dan kepercayaan, mengurangi ukuran dan timbangan
adalah diantara sekian banyak contoh bisnis yang merugi dalam Al-Qur’an.[18]
c.
Pemeliharaan
Prestasi, Hadiah dan Hukuman
Didalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa segala perbuatan (action)
manusia tidak bisa lepas dari sorotan dan rekaman Allah swt. Justru karena itu
bagi siapapun yang melakukan prestasi yang positif akan mendapat reward
(pahala), sebaliknya prestasi negatif ia pantas mendapat hukuman yang setimpal.
Justru karena itu kepada manusia diingatkan empat hal yang sangat penting dalam
mengerjakan aktivitasnya di dunia.
1)
Bahwasanya
tidak ada kemungkinan untuk lari dari pengadilan di akhirat nanti;
2)
Bahwasanya
pengadilan yang akan dilakukan itu akan berjalan dengan sangat fair dan adil;
3)
Bahwasanya
pengadilan itu akan didasarkan pada bukti dan fakta yang tidak mungkin untuk
dibantah;
4)
Bahwasanya
manusia akan diganjar dan disiksa sesuai dengan amalnya di dunia.
Sudah
pasti empat hal tersebut merangkung aktivitas kehidupan, tanpa kecuali
aktivitas bisnis. Para pelaku bisnis sangat penting untuk menyadari bahwa
praktik bisnisnya tidaklah berarti bebas nilai. Jika sekiranya menurut perasaannya,
tindakan bisnis yang selama ini mereka lakukan merugikan tidak diketahui oleh
konsumen, atau bahkan yang menguntungkan tidak mendapat pujian, semua itu kelak
akan mendapat balasan di akhirat. Dengan peringatan (warning) semacam itu bukan
tidak mungkin para pelaku bisnis akan menanamkan bisnisnya secara halal dan sah
melalui keputusan yang tepat yang diimbangi dengan perilaku yang dibenarkan
secara syar’i.[19]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam al-Qur’an, bisnis
disebut sebagai aktivitas manusia yang bersifat material juga immaterial yang
sekaligus dalamnya terdapat nilai-nilai etika bisnis. Dengan demikian suatu
bisnis dapat disebut bernilai, bila kedua tujuannya yaitu pemenuhan kebutuhan
material dan spiritual telah dapat terpenuhi secara seimbang. Hakikat bisnis
adalah semua bentuk-bentuk perilaku bisnis yang terbebas dari kandungan prinsip
kebatilan, kerusakan dan kezaliman. Sebaliknya terisi dengan nilai kesatuan,
kehendak bebas, pertanggung-jawaban, keseimbangan dan keadilan serta kebenaran
(kebajikan dan kejujuran).
Islam
memberikan konsep bisnis sebagai sebuah amaliah yang dipahami sebagai
serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi
jumlah (kuantitas) kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun
dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan
haram). Maksudnya
adalah Islam mewajibkan setiap muslim,
khususnya yang memiliki tanggungan untuk bekerja. Bekerja merupakan
salah satu sebab pokok yang memungkinkan manusia memiliki harta
kekayaan. Untuk memungkinkan manusia berusaha mencari nafkah, Allah swt.
melapangkan bumi serta menyediakan berbagai fasilitas yang dapat
dimanfaatkan untuk mencari rizki.
B.
Saran
Dari
beberapa penjelasan di atas tentang konsep bisnis dalam Al-Qur’an pasti tidak
terlepas dari kesalahan penulisan dan rangkaian kalimat dan penyusunan makalah.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan seperti yang
diharapkan oleh para pembaca dan khususnya pembimbing mata kuliah etika bisnis
Islam. Oleh karena itu, penulis mengaharap kepada parambaca dan dosen
pembimbing mata kuliah ini dapat memberikan kritik dan saran yang sifatnya
membangun.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Muhammad, Etika
Bisnis Islami, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2004.
Muhammad &
Alimin, Etika & Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam, Yogyakarta:
BPFE-Yogyakarta, 2004.
Muhammad
Djakfar, Agama, Etika dan Ekonomi, Malang: UIN-Malang, 2007.
Internet:
Nanang Soehendar, Etika Bisnis dalam Paradigma Al-Qur’an, http://nanangsoehendar.blogspot.com/2012/11/etika
-bisnis-dalam-paradigma-al-quran.html.
[1] Muhammad &
Alimin, Etika & Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam,
(Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2004), h. 56.
[4]
Nanang
Soehendar, Etika Bisnis dalam Paradigma Al-Qur’an, http://nanangsoehendar.blogspot.com/2012/11/etika
-bisnis-dalam-paradigma-al-quran.html, diakses pada
hari selasa 8 oktober 2013, pukul 15.30 wita.
[5]
Muhammad, Etika
Bisnis Islami, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2004), h. 7.
[6] QS. At-Taubah (9): 111
[7]
Nanang
Soehendar, Etika Bisnis dalam Paradigma Al-Qur’an, http://nanangsoehendar.blogspot.com/2012/11/etika
-bisnis-dalam-paradigma-al-quran.html, op.cit.
[9]
Muhammad
& Alimin, Etika & Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam,op.cit.,
h. 53.
[12] Ibid,. 143.
[13] http://www.eramuslim.com/peradaban/ekonomi-islam/konsep-bisnis-dalam-al-qur-an.html., diakses hari Rabu 09 Oktober 2013, pukul 17.30 wita.
[14] Ibid., h. 144.
[16]
Muhammad &
Alimin, Etika & Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam, op.cit.,
h. 46.
[17] Ibid., h. 145.
[18] Ibid., h. 146.
[19] Ibid., h. 147.
referensi sangat menjanjikan sekali,. lengkap amat mas,..
BalasHapusakhirnya Makalah Konsep Bisnis dalam al-Qur’an dan Hadits selesai,.. silahkan didownload bagi yang membutuhkan