Selasa, 12 November 2013

Konsep Bisnis dalam Al-Qur'an



TUGAS BERSTRUKTUR                                                          DOSEN PENGASUH                   Etika Bisnis Islam                                                          Ahmad Hulaify, SHI., MSI.


“Konsep Bisnis dalam Al-Qur’an”


 

Oleh
Kelompok 5
                             Marliani                             1101160215
Norlaila Hayati                 1101160228
                              Yudi Ramadhani              1101160305
   



INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
BANJARMASIN
2013

KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم

            Segala Puji Bagi Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, shalawat dan salam kita haturkan kepada junjungan Nabi Muhammad Saw beserta keluarga dan para sahabat beliau, serta pengikut beliau hingga akhir zaman.
            Alhamdulillah, atas karunia dan rahmat yang diberikan kepada penulis, sehingga makalah ini dapat disusun dan diselesaikan berdasarkan waktu yang telah diberikan. Makalah ini berjudul “Konsep Bisnis dalam Al-Qur’an”.
            Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Ahmad Hulaify, SHI., MSI. selaku dosen pengasuh mata kuliah Etika Bisnis Islam yang telah memberikan pengetahuan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
            Penulis  menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis berharap pembaca bisa memberikan kritik dan saran-saran yang membangun dan memotivasi penulis untuk lebih baik lagi dalam membuat makalah.
            Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca maupun yang menulis. Amin yarabbal a’lamiin.

                                                                        Banjarmasin, 10 Oktober 2013

                                                                                           Penulis

DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................. ii
Daftar Isi ......................................................................................................  iii
BAB I : PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang ...........................................................................  1
B.     Rumusan Masalah ......................................................................  1
BAB II : PEMBAHASAN
1.      Pengertian Bisnis secara Umum dan Khusus ............................      2
2.      Konsep Bisnis dalam Al-Qur’an ...............................................      3-4
a.       Bisnis yang Menguntungkan ...............................................     4
1)      Investasi yang Paling Baik ............................................      5
2)      Keputusan yang Logis, Sehat dan Masuk Akal ............      5-6
3)      Mengikuti Perilaku yang Baik atau Terpuji ..................      6-7
b.      Bisnis yang Merugi .............................................................      7
1)      Investasi yang Tidak Baik .............................................     8
2)      Keputusan yang Tidak Logis, Tidak Sehat dan Tidak Masuk Akal ...............................................................................              8
3)      Perilaku yang Tidak Baik atau Tidak Terpuji ...............      8-9
c.       Pemeliharaan Prestasi, Hadiah dan Hukuman ....................      9-10
BAB III : PENUTUP
A.    Kesimpulan ......................................................................................     11
B.     Saran ................................................................................................     11
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................     12


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Hubungan sosial dalam dunia Islam mencerminkan taraf perkembangan enokomi negara yang bersangkutan, dan dengan majunya perkembangan ekonomi negara-negara tersebut berangsur-angsur akan dipengaruhi oleh sikap dan perilaku dunia barat sehingga sering disebut dengan masyarakat modern. Terdapat anggapan bahwa adanya pertentangan antara perkembangan atau kemajuan dengan nilai-nilai tradisional. Dikalangan umat Islam terdapat perbedaan pendapat mengenai pemahaman benar atau tidaknya pertentangan tersebut.
Padahal sesungguhnya Islam mengatur urusan dunia dan akhirat. Tetapi di sisi lain Islam juga mengurus masalah ibadah, bagaimana mencari pahala dan amaliah-amaliah yang harus dilakukan untuk melaksanakan kewajiban kepada Allah swt. Selain itu, Islam mengurus masalah keduniaan yaitu mengenai cara memperoleh rezeki, cara bertransaksi dengan baik dan hukum perniagaan yang sesuai dengan syariat Islam yang ternyata dapat memberikan keuntungan dan kepuasan bagi semua pihak.
Namun, masyarakat luas masih merasa asing dengan wacana ini, karena anggapan mereka yang melihat islam dari satu sisi saja yaitu dalam aspek ibadah hablum minallah, padahal manusia juga harus memerhatikan aspek hablum minannas, dimana salah satunya manusia harus melakukan transaksi dan perniagaan yang dapat mendukung sarana peribadatan mereka, bahkan didalam beberapa surat didalam ayat Al-qur’an, mencari rezeki merupakan sebuah kewajiban dan diperintah secara langsung oleh Allah swt.
B.     Rumusan Masalah
Masalah yang akan penulis paparkan didalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Apa itu bisnis secara umum dan secara khusus?
2.      Bagaimana konsep bisnis dalam Al-Qur’an?


BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Bisnis secara Umum dan Khusus

Bisnis adalah sebuah aktivitas yang mengarah pada peningkatan nilai tambah melalui proses penyerahan jasa, perdagangan atau pengolahan barang (produksi).[1] Menurut Skinner, bisnis adalah pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling menguntungkan atau memberi manfaat. Sedangkan menurut Anoraga dan Soegiastuti, bisnis adalah suatu organisasi yang menjalankan aktivitas produksi dan penjualan barang atau jasa yang diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh profit.[2]
Yusanto dan Wijayakusuma mendefinisikan lebih khusus tentang bisnis Islami adalah serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara memperolehnya dan pendayagunaan hartanya karena aturan halal dan haram.[3]
Dalam Al-Qur’an, bisnis berasal dari kata al-tijarah dan dalam bahasa arab tijaraha, berawal dari kata dasar tajara, tajran wa tijarata, yang artinya berdagang atau berniaga. Menurut ar-Raghib al-Asfahani dalam al-mufradat fi gharib al-Qur’an, at-Tijarah bermakna pengelolaan harta benda untuk mencari keuntungan. Sedangkan menurut Ibnu Farabi, yang dikutip ar-Raghib, fulanun tajirun bi kadza, berarti seseorang yang mahir dan cakap yang mengetahui arah dan tujuan yang diupayakan dalam usahanya.[4]



2.      Konsep Bisnis dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an dalam mengajak manusia untuk mempercayai dan mengamalkan tuntutan-tuntutannya dalam segala aspek kehidupan seringkali menggunakan istilah-istilah yang dikenal dalam dunia bisnis, seperti jual beli, untung rugi dan sebagainya.[5] Dalam konteks ini Al-Qur’an menjanjikan;
“Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin harta dan jiwa mereka dan sebagai imbalannya mereka memperoleh syurga. Siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) Allah maka bergembiralah dengan jual-beli yang kamu lakukan itu. Itulah kemenangan yang besar.”[6]
Islam memberikan konsep bisnis sebagai sebuah amaliah yang dipahami sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram). Maksudnya adalah Islam mewajibkan setiap muslim, khususnya yang memiliki tanggungan untuk bekerja. Bekerja merupakan salah satu sebab pokok yang memungkinkan manusia memiliki harta kekayaan. Untuk memungkinkan manusia berusaha mencari nafkah, Allah swt. melapangkan bumi serta menyediakan berbagai fasilitas yang dapat dimanfaatkan untuk mencari rizki.
Ada beberapa terma dalam al-Qur’an yang berkaitan dengan konsep bisnis. Diantaranya adalah kata al Tijarah, al-bai’u,  tadayantum dan  isytara.[7]
Terma tijarah, berawal dari kata dasar t-j-r, tajara, tajran wa tijaratan, yang bermakna berdagang, berniaga. Dalam pengertian ini jual beli diperlihatkan dalam konteks sebagai aspek bisnis yakni sebagai media mencari penghidupan.[8]
Terma Isytara, kata isytara disebut dalam Al-Qur’an sebanyak dua puluh lima kali. Isytara dalam surah at-Taubah (9: 111) digunakan dalam pengertian membeli yaitu dalam konteks Allah membeli diri dan harta orang-orang mukmin. Dengan demikian, terma Isytara mengandung makna transaksi antara manusia dengan Allah atau transaksi sesama manusia yang dilakukan karena dan untuk Allah juga transaksi dengan tujuan keuntungan manusia walaupun dengan menjual ayat-ayat Allah.[9]
Terma ini pada hakikatnya tidak semata-mata bersifat material dan hanya bertujuan mencari keuntungan material semata, tetapi bersifat material sekaligus immaterial, bahkan lebih meliputi dan mengutamakan hal yang bersifat immaterial dan kualitas. Aktivitas bisnis tidak hanya dilakukan sesame manusia tetapi juga dilakukan dengan ketelitian dan kecermatan dalam proses administrasi dan perjanjian-perjanjian dan bisnis tidak boleh dilakukan dengan cara penipuan, kebohongan, hanya karena memperoleh keuntungan. Dalam konteks inilah Al-Qur’an menawarkan keuntungan dengan suatu bursa yang tidak pernah mengenal kerugian.[10]
Dalam menguraikan konsep bisnis dalam al-Qur’an, Ahmad membaginya ke dalam tiga pokok bahasan yaitu bisnis yang menguntungkan, bisnis yang merugi, dan pemeliharaan prestasi, hadiah, dan hukuman.[11]
a.       Bisnis yang Menguntungkan
Dalam pandangan Al-Qur’an, bisnis yang menguntungkan itu mengandung tiga elemen dasar yakni mengetahui investasi yang paling baik, membuat keputusan yang logis, sehat dan masuk akal, dan mengikuti perilaku yang baik. Menurut Al-Qur’an, tujuan dari semua aktivitas manusia hendaknya diniatkan untuk mencari keridhaan Allah karena hal ini merupakan puncak dari seluruh kebaikan, tanpa kecuali dalam masalah bisnis. Cara untuk mencapai ridha itu adalah dengan mempergunakannya dalam hal-hal yang baik disertai dengan niat yang ikhlas karena Allah. Bisnis yang baik menurut Ahmad adalah meringankan, melonggarkan dan tidak menguber para pengutang yang benar-benar tidak mampu mengembalikan secara tertulis. Perilaku seorang kreditor yang demikian dianggap sebagai sesuatu perdagangan yang sangat menguntungkan.[12]
1)      Investasi yang Paling Baik
Menurut Al-Qur’an, tujuan dari semua aktifitas manusia hendaknya diniatkan untuk ibtigha-i mardhatillah (mencari keridhaan Allah), karena hal ini merupakan pangkal dari seluruh kebaikan. Dengan demikian maka investasi dan kekayaan milik seseorang itu dalam hal-hal yang benar tidak mungkin untuk dilewatkan penekanannya. Dalam ungkapan lain, investasi terbaik itu adalah  jika ia ditujukan untuk menggapai ridha Allah. Karena kekayaan Allah itu tanpa batas dan tidak akan habis, maka merupakan pilihan terbaik untuk mencari dan memperoleh keuntungan yang Allah janjikan dengan mengambil kesempatan-kesempatan yang ada. Di dalam Al-Qur’an, kasih sayang Allah digambarkan sebagai sesuatu yang lebih baik dari segala kenikmatan yang ada di dunia. Jika mardhatillah menempati prioritas paling puncak, tentu saja investasi untuk mencapai itu menjadi investasi terbaik dari segala jenis investasi.[13]
2)      Keputusan yang Logis, Sehat dan Masuk Akal
Agar sebuah bisnis sukses dan menghasilkan untung, hendaknya bisnis tersebut didasarkan atas keputusan yang tepat, logis, bijak dan hati-hati. Menurut Al-Qur’an, bisnis yang menguntungkan bukan hanya yang dapat dinikmati di dunia, tetapi juga dapat dinikmati di akhirat dengan keuntungan yang jauh lebih besar. Karena kenikmatan dunia itu tidak ada apa-apanya apabila dibandingkan dengan kenikmatan akhirat. Kebersihan jiwalah, bukan banyaknya harta, yang akan membuat manusia sukses di alam akhirat. Itulah sebabnya mengapa Al-Qur’an selalu menasihati manusia agar selalu mencari dan mengarahkan apa yang di lakukan untuk mendapat pahala di akhirat, bahkan pada saat dia melakukan hal-hal yang bersifat duniawi sekalipun.
3)      Mengikuti Perilaku yang Baik atau Terpuji
Dalam Al-Qur’an, perilaku yang terpuji sangat dihargai dan dinilai sebagai investasi yang sangat menguntungkan, karena hal ini akan mendatangkan kedamaian di dunia juga keselamatan di akhirat. Indikator perilaku seseorang itu telah dipaparkan dalam Al-Qur’an, dimana setiap orang beriman akan selalu meniru dan mengikuti jejak langkah Rasulullah dalam menjalani kehidupanya di dunia.
Diantara perilaku terpuji yang direkomendasi Al-Qur’an agar memperoleh bisnis yang menguntungkan adalah dengan mencari karunia secara sungguh-sungguh, serta mengharap ampunan-Nya. Jalan untuk mendapat ampunan-Nya adalah dengan memberi maaf pada sesama manusia; karena disamping akan mendapat ampunan, ia juga akan memperoleh ganjaran yang besar dari Allah. Menepati janji dan kesepakatan juga merupakan indikator perilaku terpuji, disamping membayar zakat dengan sempurna.
Menurut Al-Qur’an, bisnis yang menguntungkan adalah bisnis yang tidak hanya mengejar keuntungan duniawi yang berjangka pendek dan untuk kepentingan sesaat, tetapi keuntungan yang bisa dinikmati di akhirat yang kekal dan abadi. Oleh karena itu agar sebuah bisnis sukses dan menghasilkan untung, hendaknya bisnis itu didasarkan atas keputusan yang sehat, bijaksana dan hati-hati.
Selain itu Al-Qur’an memerintahkan pada orang-orang yang beriman untuk menjaga amanah dan menjaga janjinya, memerintahkan mereka untuk adil dan moderat dalam perilaku mereka terhadap Allah, begitu juga terhadap sesama manusia. Sebagai jaminan bahwa pelaku bisnis berperilaku yang benar, Ahmad menegaskan bahwa seorang pelaku harus selalu ingat terhadap Allah, terhadap ibadah ritualnya dan kewajibannya membayar zakat, sampai pada saat aktivitas yang demikian sibuk dan cepat sekalipun. Dia harus menghentikan sejenak aktivitas bisnisnya saat datang panggilan untuk shalat jum’at dan kembali melakukannya setelah usai.[14]
“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseur untuk menunaikan sembahyang pada hari jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah swt dan tinggalkanlah jual-beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan sembahyang maka bertebaranlah di muka bumi; dan carilah karunia Allah swt dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”[15]
Ayat ini memberi pengertian agar berbisnis (mencari kelebihan karunia Allah) dilakukan setelah melakukan shalat dan dalam pengertian tidak mengesampingkan dan tujuan keuntungan yang hakiki yaitu keuntungan yang dijanjikan Allah. Oleh karena itu, walaupun mendorong melakukan kerja keras termasuk dalam berbisnis, Al-Qur’an  menggarisbawahi bahwa dorongan yang seharusnya lebih besar bagi dorongan bisnis adalah memperoleh apa yang berada di sisi Allah.[16]
Dengan demikian menurut Ahmad, perilaku bisnis yang benar adalah yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan implementasinya tidak saja baik terhadap sesama manusia, tetapi juga harus selalu dekat terhadap Allah swt.[17]
b.      Bisnis yang Merugi
Bisnis ini merupakan kebalikan dari bisnis yang pertama karena kekurangan ataupun ketiadaan elemen-elemen dari bisnis yang menguntungkan menurut Al-Qur’an. Seluruh tindakan serta transaksi yang memungkinkan untuk mendatangkan keuntungan akhirnya berbalik menjadi bisnis yang merugikan. Kerugian ini diasumsikan sebagai yang merusakkan proporsi perbendaharaan akhirat yang abadi diperdagangkan dengan kenikmatan dunia fana dan terbatas.

1)      Investasi yang Tidak Baik
Menurut Al-Qur’an, diantara investasi yang dapat mengakibatkan pelakunya mengalami kerugian, bahkan kehilangan modalnya sehingga terancam bangkrut total, adalah: menukar akhirat dengan dunia; menjual ayat-ayat Allah dengan harga murah demi mendapat keuntungan dunia yang kecil; menjual ideologi dan idealisme demi pragmatisme dan hedonisme tanpa peduli lagi dengan pahala akhirat; terobsesi dan mengabdi pada dunia sehingga lalai dalam pengabdian pada Allah; dan puncaknya adalah mengorbankan modalnya yang paling berharga yaitu kehidupan itu sendiri, untuk sesuatu yang sia-sia.
2)      Keputusan yang Tidak Logis, Tidak Sehat dan Tidak Masuk Akal
Tidak ada suatu kenaifan dalam kehidupan ini yang lebih besar dari sebuah keputusan yang diambil dengan cara-cara yang tidak tepat, tidak logis dan tidak rasional. Al-Qur’an secara tegas menyatakan bahwa keputusan yang tidak tepat dan tidak logis serta tidak masuk akal dalam hidup ini akan mengakibatkan kerugian besar dan penyesalan yang panjang.
Diantara contoh pengambilan keputusan yang tidak tepat adalah: lebih mementingkan kehidupan dunia daripada kehidupan akhirat; bergelimang dengan hal-hal yang khabits (kotor) karena ingin cepat kaya; menggadaikan iman demi harta dan kekuasaan; terobsesi kemegahan dunia dan menyepelekan nilai-nilai kebenaran dan hidayah; mencari pelindung selain Allah; menjalankan bisnis yang menjauhkan dirinya dari jalan lurus yang telah ditunjukkan Allah; lebih memprioritaskan bisnis entertainment daripada bisnis yang mengedukasi akal dan spiritual; dan terlalu disibukkan dengan harta dan jabatan daripada mengingat Allah dan Hari Akhir.
3)      Perilaku yang Tidak Baik atau Tidak Terpuji
Perilaku apapun yang Allah larang akan menjerumuskan pelakunya dalam kerugian yang nyata. Al-Qur’an menyebutkan perilaku-perilaku yang tak terpuji itu bersamaan dengan konsekuensinya yang akan merugikan dirinya di dunia maupun diakhirat. Perilaku yang tidak terpuji menurut Al-Qur’an diantaranya: tidak mengimani dan menolak petunjuk Allah dalam Al-Qur’an; menyembunyikan ayat-ayat Allah atau menjualnya dengan harga murah; menyakiti perasaan orang lain dengan menyebut-nyebut sedekah atau kebaikannya kepada orang tersebut; kikir dan merasa diri kaya raya; membelanjakan harta tidak sesuai dengan tuntunan Allah; menjadi pengkhianat; terlibat dalam perjudian dan minuman keras; melakukan perbuatan keji dan tidak terhormat; mengkhianati amanah dan kepercayaan; membangkang dan menolak perintah Allah; tidak menghargai nilai-nilai moral yang diajarkan Al-Qur’an dalam berhubungan dengan manusia; merusak kesepakatan dan perjanjian; tidak tahu berterima kasih; melakukan perbuatan dosa; melakukan kejahatan dan pelanggaran hukum; melakukan praktek prostitusi; bersikap arogan dan sombong; melakukan kebohongan publik dan sumpah palsu; memanipulasi pembayaran zakat; dan berlaku curang dalam ukuran dan timbangan.

Selanjutnya, Ahmad menegaskan bahwa keputusan yang tidak sehat dalam hidup ini akan mengakibatkan kerugian yang besar. Keputusan yang tidak sehat pada akhirnya akan melahirkan perilaku jahat yang sangat dikutuk oleh Al-Qur’an. Mengkhianati amanah dan kepercayaan, mengurangi ukuran dan timbangan adalah diantara sekian banyak contoh bisnis yang merugi dalam Al-Qur’an.[18]
c.       Pemeliharaan Prestasi, Hadiah dan Hukuman
Didalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa segala perbuatan (action) manusia tidak bisa lepas dari sorotan dan rekaman Allah swt. Justru karena itu bagi siapapun yang melakukan prestasi yang positif akan mendapat reward (pahala), sebaliknya prestasi negatif ia pantas mendapat hukuman yang setimpal. Justru karena itu kepada manusia diingatkan empat hal yang sangat penting dalam mengerjakan aktivitasnya di dunia.
1)      Bahwasanya tidak ada kemungkinan untuk lari dari pengadilan di akhirat nanti;
2)      Bahwasanya pengadilan yang akan dilakukan itu akan berjalan dengan sangat fair dan adil;
3)      Bahwasanya pengadilan itu akan didasarkan pada bukti dan fakta yang tidak mungkin untuk dibantah;
4)      Bahwasanya manusia akan diganjar dan disiksa sesuai dengan amalnya di dunia.
Sudah pasti empat hal tersebut merangkung aktivitas kehidupan, tanpa kecuali aktivitas bisnis. Para pelaku bisnis sangat penting untuk menyadari bahwa praktik bisnisnya tidaklah berarti bebas nilai. Jika sekiranya menurut perasaannya, tindakan bisnis yang selama ini mereka lakukan merugikan tidak diketahui oleh konsumen, atau bahkan yang menguntungkan tidak mendapat pujian, semua itu kelak akan mendapat balasan di akhirat. Dengan peringatan (warning) semacam itu bukan tidak mungkin para pelaku bisnis akan menanamkan bisnisnya secara halal dan sah melalui keputusan yang tepat yang diimbangi dengan perilaku yang dibenarkan secara syar’i.[19]








BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dalam al-Qur’an, bisnis disebut sebagai aktivitas manusia yang bersifat material juga immaterial yang sekaligus dalamnya terdapat nilai-nilai etika bisnis. Dengan demikian suatu bisnis dapat disebut bernilai, bila kedua tujuannya yaitu pemenuhan kebutuhan material dan spiritual telah dapat terpenuhi secara seimbang. Hakikat bisnis adalah semua bentuk-bentuk perilaku bisnis yang terbebas dari kandungan prinsip kebatilan, kerusakan dan kezaliman. Sebaliknya terisi dengan nilai kesatuan, kehendak bebas, pertanggung-jawaban, keseimbangan dan keadilan serta kebenaran (kebajikan dan kejujuran).
Islam memberikan konsep bisnis sebagai sebuah amaliah yang dipahami sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknya yang tidak dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitnya, namun dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram). Maksudnya adalah Islam mewajibkan setiap muslim, khususnya yang memiliki tanggungan untuk bekerja. Bekerja merupakan salah satu sebab pokok yang memungkinkan manusia memiliki harta kekayaan. Untuk memungkinkan manusia berusaha mencari nafkah, Allah swt. melapangkan bumi serta menyediakan berbagai fasilitas yang dapat dimanfaatkan untuk mencari rizki.
B.     Saran
Dari beberapa penjelasan di atas tentang konsep bisnis dalam Al-Qur’an pasti tidak terlepas dari kesalahan penulisan dan rangkaian kalimat dan penyusunan makalah. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan seperti yang diharapkan oleh para pembaca dan khususnya pembimbing mata kuliah etika bisnis Islam. Oleh karena itu, penulis mengaharap kepada parambaca dan dosen pembimbing mata kuliah ini dapat memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun.

DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Muhammad, Etika Bisnis Islami, Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2004.
Muhammad & Alimin, Etika & Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam, Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2004.
Muhammad Djakfar, Agama, Etika dan Ekonomi, Malang: UIN-Malang, 2007.
Internet:
Nanang Soehendar, Etika Bisnis dalam Paradigma Al-Qur’an, http://nanangsoehendar.blogspot.com/2012/11/etika -bisnis-dalam-paradigma-al-quran.html.


[1] Muhammad & Alimin, Etika & Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam, (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2004), h. 56.
[2]  Ibid,. h. 56.
[3]  Ibid., h. 57.
[4] Nanang Soehendar, Etika Bisnis dalam Paradigma Al-Qur’an, http://nanangsoehendar.blogspot.com/2012/11/etika -bisnis-dalam-paradigma-al-quran.html, diakses pada hari selasa 8 oktober 2013, pukul 15.30 wita.
[5] Muhammad, Etika Bisnis Islami, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2004), h. 7.
[6]  QS. At-Taubah (9): 111
[7] Nanang Soehendar, Etika Bisnis dalam Paradigma Al-Qur’an, http://nanangsoehendar.blogspot.com/2012/11/etika -bisnis-dalam-paradigma-al-quran.html, op.cit.
[8] Muhammad & Alimin, Etika & Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam, op.cit., h. 50.
[9] Muhammad & Alimin, Etika & Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam,op.cit., h. 53.
[10] Ibid., h. 54.
[11]  Muhammad Djakfar, Agama, Etika dan Ekonomi, (Malang: UIN-Malang, 2007), h. 142.
[12]  Ibid,. 143.

[14]  Ibid., h. 144.
[15] QS. Al-Jumu’ah (62): 9-10.
[16] Muhammad & Alimin, Etika & Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam, op.cit., h. 46.
[17]  Ibid., h. 145.
[18]  Ibid., h. 146.
[19]  Ibid., h. 147.



1 komentar:

  1. referensi sangat menjanjikan sekali,. lengkap amat mas,..
    akhirnya Makalah Konsep Bisnis dalam al-Qur’an dan Hadits selesai,.. silahkan didownload bagi yang membutuhkan

    BalasHapus