Selasa, 12 November 2013

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
Oleh: Norlaila Hayati; Norhikmah

A.    Pendahuluan
Lembaga keuangan adalah sebuah wadah di mana terdapat jasa dalam proses mengelola keuangan untuk tujuan tertentu. Seperti yang kita tahu, peranan lembaga keuangan dalam kehidupan terutama bank sangatlah penting. Hal ini akibat semakin berkembangnya sistem ketataniagaan yang mau tidak mau melibatkan lembaga keuangan atau bank di dalamnya. Namun pesatnya perkembangan bank tidak diimbangi dengan pesatnya kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat yang tergolong ekonomi lemah yang biasanya terdapat di wilayah desa atau kecamatan. Pada umumnya bank konvensional sangat selektif dan hanya berorientasi untuk mendapat keuntungan dengan sedikit resiko, oleh karenanya masyarakat ekonomi lemah sulit untuk mendapat jasa keuangan bank.
  Dalam upayanya untuk merangkul masyarakat ekonomi lemah, pemerintah juga mengatur untuk didirikannya Bank Perkreditan Rakyat yang lingkup kerjanya lebih terpusat pada wilayah tertentu saja, misalnya di kabupaten, kecamatan dan desa. Hal ini bertujuan agar semakin meratanya layanan jasa keuangan bagi seluruh masyarakat. Praktek bunga yang diterapkan setiap bank, baik bank umum ataupun bank perkreditan rakyat tetap menjadi andalan dalam rangka mencari keuntungan. Sistem bunga yang diterapkan bank akhirnya  mendapat respon dari kaum muslim, yang mana sudah jelas bahwa bunga/riba adalah haram hukumnya. Maka dengan munculnya pemikiran untuk mendirikan bank yang berprinsip syariah secara nasional terlebih dahulu didirikan sebuah lembaga keuangan yaitu bank perkreditan rakyat syariah pada tahun 1990. Diharapkan bahwa berdirinya bank perkreditan rakyat syariah menjadi salah satu solusi dalam rangka melayani jasa keuangan yang bebas dari praktek riba sehingga kesejahteraan masyarakat akan semakin meningkat.
Dari paparan di atas, penulis akan menggali lebih dalam lagi tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Pembahasan meliputi pengertian BPRS, sejarah dan perkembangan BPRS di Indonesia, ciri-ciri BPRS, manajemen permodalan BPRS, peran BPRS dalam pemberdayaan ekonomi umat serta hambatan perkembangan dan strategi pengembangan BPRS di Indonesia.
B.     Pembahasan

1.      Pengertian Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Sebelum penulis mendefinisikan apa itu Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), terlebih dahulu penulis akan mendefinisikan tentang bank dan pembiayaan. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.[1]
Sedangkan pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Dalam lembaga keuangan konvensional tidak menggunakan istilah “pembiayaan” tapi istilah perkreditan. Perkreditan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.[2]
Jadi, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Yang perlu diperhatikan adalah kepanjangan dari BPRS yang berupa Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Semua peraturan perundang-undangan yang menyebut BPRS dengan Bank Perkreditan Rakyat Syariah harus dibaca dengan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.[3]

2.      Sejarah dan Perkembangan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia
Menurut Warkum Sumitro, berdirinya BPRS di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari BPR-BPR pada umumnya. BPR yang status hukumnya disahkan melalui Paket Kebijakan Keuangan Moneter dan Perbankan (PAKTO tanggal 27 Oktober 1998 pada hakikatnya merupakan modifikasi (model baru) dari Lumbung Desa dan Bank Desa yang ada sejak 1980-an.[4]
Lumbung desa sebagai sistem perkreditan rakyat zaman dahulu, dirasakan sangat bermanfaat bagi masyarakat tani di pedesaan, karena pada waktu itu peredaran uang belum menjangkau masyarakat tani di pedesaan sehingga pinjaman dalam bentuk padi lebih menguntungkan dan lebih praktis daripada pinjaman dalam bentuk uang. Selain itu pinjaman padi tidak mengganggu kestabilan harga padi yang menjadi penghasilan utama masyarakat desa.[5]
Karena struktur ekonomi, sosial dan administrasi masyarakat desa sudah banyak mengalami perubahan sebagai akibat dari proses pembangunan, maka keberadaan BPR tidak lagi persis sama seperti lumbung desa zaman dahulu. Namun demikian, paling tidak keberadaan BPR pada masa sekarang dan yang akan datang diharapkan mampu menjadi alternatif pengganti yang terbaik bagi fungsi dan peranan lumbung desa dan Bank Desa dalam melindungi petani dari gejolak harga padi dan resiko kegagalan dalam produksi serta ketergantungan petani terhadap para rentenir.[6]
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 yang merubah Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan nampak lebih jelas dan tegas mengenai status perbankan syariah, sebagaimana disebutkan dalam pasal 13 huruf C yang berbunyi sebagai berikut; “menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia”.[7] Seiring dengan bergulirnya sistem ekonomi Islam sebagai sistem alternatif dalam mengelola perekonomian, maka kehadiran BPRS juga sangat diharapkan.[8]
Keberadaan BPRS secara khusus dijabarkan dalam bentuk Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/Kep/Dir, tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah, dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/36/Kep/Dir, tertanggal 12 Mei 1999 dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 32/4/KPPB tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Perkreditan Rakyat berdasarkan Prinsip Syariah.[9]
Jumlah bank dan jumlah kantor BPRS dari tahun 2007 hingga Agustus 2013 adalah sebagai berikut:[10]
Tahun
Bulan
Jumlah Bank
Jumlah Kantor
2007

114
185
2008

131
202
2009

138
225
2010

150
286
2011

155
364
2012
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec
156
156
156
156
158
364
386
390
390
401
2013
Jan
Feb
Mar
Apr
May
June
July
Aug
158
158
159
159
159
159
160
160
398
395
399
386
399
397
398
398
Dari tahun 2007 hingga 2012, jumlah kantor BPRS terus bertambah. Akan tetapi, pada januari 2013 jumlah kantor BPRS mengalami kemunduran dari 401 di tahun 2012 menjadi 398 di januari 2013. Dari januari 2013 hingga juli 2013 jumlah kantor BPRS mengalami pasang surut. Hal itu disebabkan karena adanya BPRS yang bermasalah akibat tidak dikelola dengan prinsip tata kelola yang baik dan terpaksa harus ditutup.[11]
Untuk jaringan kantor individual perbankan syariah, BPRS tidak mempunyai kantor cabang, kantor cabang pembantu dan kantor kas. Menurut statistik perbankan syariah agustus 2013 jumlah BPRS berdasarkan lokasi untuk wilayah Kalimantan Selatan dari tahun 2007 hingga agustus 2013 ada 18 BPRS. Adapun jumlah pekerja di perbankan syariah khususnya BPRS dari tahun 2007 hingga agustus 2013 terus meningkat, dari 2.108 sampai 4.845 pekerja. [12]

3.      Manajemen Permodalan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Untuk mendirikan dan memiliki BPRS berdasarkan (Pasal 4) Peraturan Bank Indonesia No. 6/17/PBI/2004 modal yang harus disetor adalah:[13]
a.       Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) untuk BPRS yang didirikan di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya dan Kabupaten/Kota Tangerang, Bogor, Depok, dan Bekasi;
b.      Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk BPRS yang didirikan di wilayah ibukota propinsi di luar wilayah tersebut pada huruf a di atas;
c.       Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk BPRS yang didirikan di luar wilayah tersebut pada huruf a dan huruf b di atas.
Dalam mendirikan BPRS, ada beberapa hal yang harus dipenuhi, antara lain:[14]


a.       Persyaratan Umum
1)      BPRS yang telah memperoleh izin dari Menteri Keuangan RI dan mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
2)      Bentuk badan hukum BPRS, perusahaan daerah, koperasi dan Perseroan Terbatas (PT).
3)      Didirikan dan dimiliki oleh Pemda, koperasi dan Perseroan Terbatas (PT).
4)      Tempat kedudukan BPRS di kecamatan di luar ibu kota negara, ibu kota Dati I dan Dati II.
5)      Wilayah pelayanan mencakup desa-desa dan perkotaan di satu wilayah kecamatan kedudukan BPRS.
6)      Usaha meliputi tabungan dan deposito berjangka dan memberikan kredit kepada pengusaha kecil.
7)      Modal disetor minimal Rp 50.000.000.
8)      Penanaman modal aktiva tidak boleh melebihi 50% dari modal sendiri.
9)      Mayoritas direksi harus berpengalaman dalam operasional bank minimal satu tahun.
b.      Permohonan Izin Prinsip
1)      BPRS berbentuk Perseroan Terbatas
a)      Siapkan modal disetor minimal Rp 15.000.000 atau 30% dari total modal disetor.
b)      Siapkan minimal dua nama yang akan dipakai BPRS dan selanjutnya mintakan persetujuan ke Departemen Kehakiman.
2)      BPRS tidak berbentuk Perseroan Terbatas
Menyesuaikan diri dengan ketentuan yang telah digariskan oleh departemen terkait.


3)      Permohonan izin prinsip
Mengajukan permohonan tertulis dialamtkan ke Menteri Keuangan RI dengan melampirkan:
a)      Rencana akte pendirian dan Anggaran Dasar (AD) BPRS.
b)      Rencana kerja BPRS pada tahun pertama.
c)      Daftar calon direksi, dewan komisaris dan pengawas Syariah.
d)     Photocopy bukti setoran sebesar Rp 15.000.000 pada rekening Menteri Keuangan pada bank pemerintah, yang merupakan 30% dari modal disetor minimum dan telah dilegalisir oleh Bank Pemerintah yang bersangkutan.
c.       Permohonan Izin Usaha
Mengajukan permohonan izin usaha dan diajukan ke Menteri Keuangan RI dengan melampirkan:
1)      Photocopy bukti setoran sebesar Rp 35.000.000 pada rekening Menteri Keuangan pada bank pemerintah, yang merupakan 70% dari modal disetor minimum dan telah dilegalisir oleh bank pemerintah bersangkutan.
2)      Copy Anggaran Dasar (AD) BPRS yang telah disahkan Menteri Kehakiman RI.
3)      Photocopy NPWP BPRS.
4)      Menyampaikan prosedur dan sistem tata kerja BPRS disertai warkat yang akan digunakan.
5)      Mengirimkan data pengurus BPRS.
6)      Photocopy situasi dan kondisi perkantoran dan peralatan BPRS.
d.      Persiapan Pra Opersional BPRS
BPRS yang telah memperoleh izin usaha harus ke Pemda setempat untuk memperoleh: WDP (Wajib Daftar Perusahaan) dan SITU (Surat Izin Tempat Usaha), serta harus telah melakukan kegiatan opersionalnya selambat-lambatnya tiga bulan sejak dikeluarkannya izin dimaksud. BPRS harus melakukan market development serta membuat brosur produk bank dan mempersiapkan logo bank.
e.       Laporan Pembukuan
Laporan pembukuan BPRS pada hari pertama operasi harus dilaporkan kepada Bank Indonesia setempat dengan melampirkan Neraca Awal.

4.      Peran BPRS dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat
Tujuan pendirian BPRS antara lain:[15]
a.       Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam, terutama masyarakat golongan ekonomi lemah.
b.      Mengurangi urbanisasi.
c.       Menambah lapangan kerja, terutama di kecamatan-kecamatan.
d.      Meningkatkan pendapatan perkapita.
e.       Membina semangat ukhuwah islamiah melalui kegiatan ekonomi.
f.       Diarahkan untuk memenuhi kebutuhan jasa pelayanan perbankan bagi masyarakat pedesaan.
g.      Menunjang pertumbuhan dan modernisasi ekonomi pedesaan.
h.      Melayani kebutuhan modal dengan prosedur pemberian kredit yang mudah dan sederhana.
i.        Menampung dan menghimpun tabungan masyarakat. Dengan demikian BPRS dapat turut memobilisasi modal untuk keperluan pembangunan dan turut mendidik rakyat dalam berhemat dan menabung; dengan menyediakan tempat yang dekat, aman dan mudah untuk menyimpan uang bagi penabung kecil.
BPRS sangat berperan dalam memperdayakan ekonomi umat dengan mengembangkan ekonomi golongan lemah yaitu dengan mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Seperti BPRS Kaffaalatul Ummah di Sumatera utara yang menyalurkan dananya kepada pengusaha kecil tiap tahunnya terus meningkat. Adanya pemberian dana oleh BPRS Kaffaalatul Ummah memberikan kontribusi yang positif dan signifikan terhadap peningkatan pendapatan. Meningkatnya dana yang disalurkan dan pendapatan pengusaha kecil ini juga berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan tenaga kerja usaha kecil. Hal ini berarti dengan adanya pemberian dana oleh BPRS Kaffaalatul Ummah pada akhirnya memberikan pengaruh terhadap terjadinya pengembangan wilayah pada daerah tersebut.[16]
Selain mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), BPRS juga membiayai sektor pertanian. Seperti BPRS Al-Barokah Depok yang terlibat aktif dalam pembiayaan sektor pertanian. Bagi bank syariah menengah kecil ini, sektor pertanian layak untuk dibiayai. Pembiayaan bagi sektor ini dinilai bisa membantu peningkatan perekonomian petani. Menurut Nurrochim, saat ini baru beberapa petani yang mendapatkan pembiayaan dari BPRS. Meski demikian, BPRS akan terus mendorong pembiayaan pertanian.[17]

5.      Hambatan Perkembangan dan Strategi Pengembangan BPRS di Indonesia
Sebagai bank yang menjalankan prinsip bagi hasil, BPRS memiliki beberapa hambatan dalam perkembangannya. Pertama, manajemen bank yang kurang profesional. Kedua, risiko yang lebih besar atau ketidakpastian yang lebih tinggi dibandingkan dengan BPR konvensional. Ketiga, jaringan operasi yang terbatas, khususnya transaksi sesama bank syariah. Jumlah BPRS di Indonesia masih sangat terbatas sehingga menghambat pengembangannya. Bank syariah tidak dapat melakukan transaksi dengan bank konvensional dengan sistem bunga. Konsekuensinya adalah bank syariah tidak dapat memberikan pelayanan yang luas kepada masyarakat, tidak dapat melakukan kerjasama antar bank syariah, tidak dapat melakukan transaksi penempatan antar bank syariah, dan sulit mengatasi likuiditas.[18]
Adapun strategi pengembangan BPRS yang perlu diperhatikan, yaitu:[19]
a.       Sosialisasi BPRS, bukan hanya dari produknya, tetapi juga sistem yang digunakan. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan informasi melalui media massa. Selain itu, BPRS juga bisa bersosialisasi melalui kerjasama dengan lembaga pendidikan atau non-pendidikan yang mempunyai relevansi dengan visi dan misi BPRS.
b.      Mengadakan pelatihan-pelatihan mengenai lembaga keuangan syariah sebagai wujud meningkatkan kualitas SDM. Hal ini bisa dilakukan melalui kerjasama dengan lembaga keuangan syariah atau kursus pendek (shortcourse) lembaga keuangan syariah.
c.       Pemetaan potensi dan optimalisasi ekonomi daerah. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan BPRS mengelola sumber-sumber ekonomi yang ada. Dengan cara itu pula dapat dilihat kesinambungan kerja BPRS dengan BMT.
d.      Mengadakan kegiatan rutin keagamaan sebagai wujud meningkatkan kesadaran masyarakat akan peran Islam dalam bidang ekonomi. Hal ini pun dapat membantu dalam mengetahui gejala-gejala ekonomi-sosial yang ada.
Dalam rangka mengembangkan BPRS, terbentuk suatu badan yang menyelenggarakan pendidikan dan memberikan technical assistance untuk Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang baru tumbuh, yaitu yayasan ISED (Institute for Syariah Economic Development) dan Yayasan Pendidikan dan Pengembangan Bank Syariah (YPPBS).[20]
Yayasan YPPBS merupakan suatu bentuk kerjasama antara Bank Muamalat Indonesia dengan ICMI.[21] Yayasan ini dibentuk dalam rangka membantu perkembangan dan penyebaran BPR-BPR Syariah di seluruh tanah air.  Adapun kegiatan YPPBS meliputi:[22]
a.       Membantu proses pendirian.
b.      Memberikan technical assistance.
c.       Pendidikan basic untuk para sarjana yang baru lulus dari perguruan tinggi, maupun intermediate bagi para praktisi yang telah memiliki minimal dua tahun pengalaman di sektor perbankan.
Yayasan ISED secara berkesinambungan akan terus melaksanakan program pendirian/pemberian bantuan teknis pendirian BPR-BPR Syariah di Indonesia, khususnya daerah yang potensial. Beberapa program yang telah dilaksanakan berupa bantuan teknis bagi pendirian BPR-BPR Islam di berbagai tempat di Indonesia seperti BPR Islam Amanah Ummah (Kec. Leuwiliang, Bogor), BPR Islam Bina Amwalul Hasanah (Kec. Sawangan, Bogor) dan sejumlah proyek lainnya, antara lain Sulawesi Selatan, Cianjur, Aceh dan lainnya.[23]

C.    Penutup
Demikian yang dapat penulis paparkan mengenai BPRS dalam makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahannya baik dari kesalahan penulisan, rangkaian kalimat dan penyusunan makalah. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan seperti yang diharapkan oleh para pembaca dan khususnya pembimbing mata kuliah lembaga perekonomian umat, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya referensi yang berhubungan dengan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharap kepada para pembaca dan dosen pembimbing mata kuliah ini dapat memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun. Semoga makalah ini berguna bagi penulis dan bagi pembaca.


































Daftar Pustaka

Buku
Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta, UII Press Yogyakarta, 2008, cet. Ke-1.
M. Ma’ruf Abdullah, Hukum Perbankan dan Perkembangan Bank Syariah di Indonesia, Banjarmasin, Antasari Press, 2006.
Muhammad, Lembaga-Lembaga Keuangan Umat Kontemporer, Yogyakarta, UII Press Yogyakarta, 2000.
M. Syafi’I Antonio, Bank Syari’ah Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman, Yogyakarta, Ekonisi, 2008, cet. Ke-2.
Ahmad Rodoni & Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta, Zikrul Hakim, 2008, cet. Ke-1.
Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam & Lembaga-lembaga Terkait, Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2004, cet. Ke-4.
Zubairi Hasan, Undang-Undang Perbankan Syariah, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2009.

Internet
http://deskripsi.com/singkatan/icmi.html. Diakses pada 21 september 2013, pukul 11.47 wita.
http://witchnclown.wordpress.com/2013/01/19/bpr-syariah/.html. Diakses pada 19 september 2013, pukul 21.30 wita.
http://www.managementaccountingsystems.com/129/bpr-syariah-fokus-melayani-ukm-usaha-mikro-dan-kecil-dengan-prinsip-ekonomi-Islam.html. Diakses pada 21 september 2013, pukul 12.03 wita.
Arwin Harahap, Peranan Bank Perkreditan Rakyat Syariah dalam Meningkatkan Pendapatan Usaha Kecil serta Hubungannya Terhadap Pengembangan Wilayah, http://digilib.uin-suka-ac.id,html. Diakses pada hari sabtu 26 oktober 2013, pukul 12.25 wita.
http://www.bi.go.id.html. Diakses pada hari sabtu 26 oktober 2013, pukul 11.00 wita
http://www.ekonomisyariah.org.html. Diakses pada Minggu 27 Oktober 2013, pukul 6.56 wita.
http://koran.republika.co.id/koran/17,html. Diakses pada Rabu 16/10/2013, pukul 18.56 wita


[1] Zubairi Hasan, Undang-Undang Perbankan Syariah, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009), h. 6
[2] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011), h. 78
[3] Zubairi Hasan, Undang-Undang Perbankan Syariah, op.cit., h. 7
[4] M. Ma’ruf Abdullah, Hukum Perbankan dan Perkembangan Bank Syariah di Indonesia, (Banjarmasin: Antasari Press, 2006), h. 88
[5] Warkum Sumitro, Asas-Asas Perbankan Islam & Lembaga-lembaga Terkait, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), h. 125
[6] Ibid., 126
[7] Ahmad Rodoni & Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2008), h. 40
[8] M. Ma’ruf Abdullah, Hukum Perbankan dan Perkembangan Bank Syariah di Indonesia, op.cit., h.89
[9] Ahmad Rodoni & Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syariah, loc.cit.
[10] http://www.bi.go.id.html. Diakses pada hari sabtu 26 oktober 2013, pukul 11.00 wita.
[11] http://koran.republika.co.id/koran/17.html. Diakses pada Rabu 16/10/2013, pukul 18.56 wita
[13] Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2008), h.189
[14] Ahmad Rodoni & Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syariah, op.cit., h.41-43
[15] Ibid., h. 43-44
[16] Arwin Harahap, Peranan Bank Perkreditan Rakyat Syariah dalam Meningkatkan Pendapatan Usaha Kecil serta Hubungannya Terhadap Pengembangan Wilayah, http://digilib.uin-suka-ac.id,html. Diakses pada hari sabtu 26 oktober 2013, pukul 12.25 wita.
[17] http://www.ekonomisyariah.org.html. Diakses pada Minggu 27 Oktober 2013, pukul 6.56 wita.

[18] M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman, (Yogyakarta: Ekonisi, 2008), h. 124-125
[19] http://witchnclown.wordpress.com/2013/01/19/bpr-syariah/.html. Diakses pada 19 september 2013, pukul 21.30 wita.
[20] Ahmad Rodoni & Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syariah, op.cit., h. 48
[21] ICMI adalah Ikatan Cendekiawan Musllim Indonesia. ICMI adalah organisasi yang menghimpun cendekiawan muslim Indonesia. http://deskripsi.com/singkatan/icmi.html. Diakses pada 21 september 2013, pukul 11.47 wita.
[22] Ahmad Rodoni & Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syariah, loc.cit.
[23] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar